Mohon tunggu...
R Aulia
R Aulia Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Menjadi Lentera bukan Angin yang selalu meredupkan upaya penerangan anak-anak bangsa

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

After 22:15 Kamis (Erupsi Gunung Kelud) di Kampung Inggris, Pare, Kediri

14 Februari 2014   10:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:50 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Oleh:

M. R. Aulia

Ditulis Jumat Pagi, 14 Februari 2014, dan diselesaikan pukul 10:01 WIB.

“Sudah sama-sama tahu, masih saling cerita”, ungkap salah seorang teman.

Sikap refleks kami ketika melihat dan merasakan langsung detik-detik awal fenomena alam kerikil-kerikil berjatuhan dari langit. Kerikil-kerikil yang menyerupai pecahan-pecahan semen itu berasal dari erupsi Gunung Kelud yang jarak sebenarnya tergolong relatif jauh, sekitar 50 KM. Tetapi suara genteng terasa sangat berisik saking derasnya kerikil menghujam.

Awalnya kami tidak menyangka yang berjatuhan tersebut adalah kerikil. Kami mengira hal tersebut adalah gerimis, karena siang sebelum malam meletusnya Kelud, angin tiba-tiba sangat kencang. Hujan sangat deras pun membasahi daerah kami yang tidak jauh dari posisi Kelud disertai dengan sejumlah kilat dan suara gemuruh yang menggelegar.

Arus listrik yang jarang padam, tiba-tiba padam dalam kisaran waktu yang relatif lama. Suasana sekitar Kelud semakin mencekam. Gelap gulita tanpa ada penerangan sama sekali. Ibarat kota mati, yang tiba-tiba lumpuh.

Kelud meletus menjadi bencana alam pertama kali yang saya rasakan. Tidak ada sesuatu yang bisa kami lakukan selain terus melihat-lihat fenomena hujan yang tak biasa tersebut. Setelah hujan kerikil yang besarnya seperti kelereng, lalu hujan diganti dengan debu vulkanik yang semakin lebat. Kami keluar tanpa menggunakan pelindung kepala. Kulit kepala penuh dengan debu-debu vulkanik.

Setelah malam meletusnya Kelud, pagi menjelang. Keadaan yang kami nanti-nantikan setelah berlama-lama dengan kegelapan yang begitu mencekam. Kami kaget, ternyata hujan abu yang begitu lebat tersebut membentuk seperti tumpukan pasir pantai yang nyasar. Atau pasir sungai yang seolah ada yang ingin membangun rumah dan sebagainya.

Daerah tempat saya sekarang, mendadak lumpuh. Hampir tidak ada satupun toko-toko atau warung yang buka. Sebagian besar lebih memilih tutup dan tidak beraktifitas sama sekali.Akibatnya, anak-anak kosan mengalami kesulitan untuk mencari bekal sarapan dan lain sebagainya. Dan seketika, praktis tidak ada kegiatan yang begitu berarti. Semuanya lebih memilih berlindung di tempat tinggal masing-masing.

Saya melihat-lihat di sekitar jalanan. Hampir sepanjang jalan seperti pasir pantai yang sangat panjang. Ketebalan pasir mecapai lima sentimeter. Kendaraan yang berlalu lalang seolah-olah mereka datang dari gurun pasir. Penuh dengan bercak-bercak debu yang merubah warna kendaraan itu sendiri. Dan kabarnya sesaat setelah meletusnya Kelud, begitu banyak pengendara yang mengalami kecelakaan karena panik dan jarak pandang yang terhalang.

Akhirnya, hal demikian adalah murni kekuasaan dan kehendak yang di atas. Gunung Kelud tersebut sedang menjalankan perintah-Nya. Semua manusia hanya bisa terus berusaha agar dampak terburuknya dapat dicegah, semampunya. Akan selalu ada pelajaran yang bisa diambil dari semua bencana alam yang terjadi.

Jarak 50 KM saja, keadaanya begitu mencekam, bagaimana dengan radius yang lebih dekat dengan posisi Kelud? #PrayForKelud. Semoga relawan tetap bersemangat membantu korban atau pengungsi yang terkena imbas langsung akibat erupsi yang dihasilkan Gung Kelud dapat teratasi dengan baik, Pers tetap mengabarkan berita terkini dan rakyat Indonesia secara keseluruhan mendoakan agar bencana Kelud dapat reda kembali.

#PrayForKelud2014

#PrayForKelud2014

#PrayForKelud2014

..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun