Oleh:
M. R. Aulia
Ditulis Rabu Pagi, 08 Januari 2014,dan diselesaikan pukul 11:22 WIB.
[caption id="attachment_314596" align="aligncenter" width="360" caption="Amerika, Sumber: www.republika.co.id"][/caption]
Apa yang terbersit di pikiran kalian ketika mendengar judul di atas. Tabrakan mata. Ya, pandangan dari dua arah, kemudian menyatu dan menelisik masuk ke dalam pikiran sang empunya dua bola mata masing-masing. Mata yang kata orang adalah jendela jiwa, memang benar adanya. Sesekali bibir kita merespon apa yang telah dilihat oleh mata. Dengan macam dan model respon yang berbeda. Ada yang sumringah, tersenyum lebar ataupun kecut bahkan bisa saja datar tanpa ekspresi hangat sama sekali. Tabrakan mata, tak hanya crash yang terjadi antara mata dan mata saja, melainkan antara mata dengan sesuatu yang lainnya.
Tabrakan mata, istilah yang saya dapatkan ketika tidak sengaja terpaku di laman blog milik Noni Khairani. Seorang wanita Indonesia yang mendapatkan suami asal Amerika Serikat. Sejak akhir tahun 2013 dan sekarang Januari 2014, ia berkunjung ke pondok mertua nun jauh disana. Chicago, Amerika Serikat. Selama beberapa waktu disana ia mendapatkan banyak kesan yang dahulu sempat menipu dirinya untuk beberapa waktu kebelakang.
Dengan judul postingan di blognya, Salah Kaprah, Noni menggambarkan bahwa orang Amerika sepengetahuan dia, dikenal cukup ramah, ringan tangan, sayang keluarga dan sebagainya. Jauh dari gambaran yang terpatri di benaknya selama ini. Apalagi yang sempat dilihat olehnya di beberapa corong atau media tentang kedigdayaan sebuah negara. Seperti halnya, film holywood atau novel yang pernah ia baca. Tabrakan mata yang dialami Noni sedikit merubah paradigma dan perspektif minor dirinya tentang Amerika.
Sekarang ini, ia melihat secara sadar tentang bagaimana kehidupan di suatu daerah di Amerika dijalankan. Ia pun secara yakin bahwa tidak sedang menonton drama sebuah kehidupan. Yang acapkali mengharu biru karena alur cerita hasil pikiran ideal penulisnya, atau sering pula memuakkan karena adegan demi adegan yang dipertontonkan oleh aktor-aktornya. Bukan pula sebuah dagelan yang sedang diumbar ceria oleh politisi-politisi kebanyakan.
Beberapa adegan tabrakan mata yang dialami oleh Noni. Saat rasa takjubnya terpancar ketika melihat banyak keluarga Amerika terlihat sangat hangat dan ramah. Ia melihat di resto-resto di kawasan sub-urban Amerika. Saat-saat lunch, dinner atau waktu lainnya, ia bertabrakan mata dengan suatu keadaan tentang berkumpulnya beberapa keluarga besar yang saat itu menikmati sajian yang ada. Lengkap dari anak, cucu, bahkan kakek dan nenek. Mungkin sebuah pemandangan yang langka, bila dibandingkan di negeri kita.
Kendatibanyak pula perilaku yang menyimpang, namun menurut Noni, hal yang demikian adalah kasuistik. Lebih bersifat individual dan pilihan bagi masing-masing orang. Beberapa waktu lalu, saya sempat berada di sebuah kawasan, yang hampir 80 persensejauh mata memandang, mereka adalah turis mancanegara. Ketika berpapasan di jalan atau suatu tempat, tidak jarang mereka memberikan senyum dan bentuk kalimat sapaan lainnya.Padahal tidak kenal dan asing sama sekali.
Berbeda dengan kita, sesama penduduk lokal di Indonesia. Saling bertegur sapa hanya dilakukan ketika saling mengenal satu sama lain, atau ada maksud tertentu. Seperti halnya, pedagang keliling atau sales suatu produk yang sering kali kita dapatkan sapaan hangat atau wajah senyumnya, ketika menawarkan sesuatu kepada kita.
Namun, tidak elok juga kita membandingkan keramahan orang Amerika dan sesama kita, penduduk lokal Indonesia. Kualitas tabrakan mata yang sempat dialami Noni merupakan hal yang mungkin bisa dinilai subjektif. Akan tetapi bisa juga berkualitas objektif, meskipun tidak dibuktikan dengan penelitian ala-ala ilmiah. Buktinya, sebagian besar yang merespon di kolom komentar juga mengiyakan apa yang sedang dialami oleh Noni di Amerika Serikat.
Lebih jauh dari itu, pengalaman Noni melihat kehidupan yang hangat di Amerika, perlu diperkuat lagi di negeri ini. Negeri yang terkenal dengan keramah-tamahan, saling tolong-menolong dan gemar gotong-royong. Katanya gitu, tapi sekarang masihkah?
Sebagian besar kita, mungkin sering bertabrakan mata, lalu merespon positif jika di hadapan kita adalah yang memiliki daya tarik. Seperti halnya, seorang pria, akan sangat tertarik bila melihat wanita yang penuh dengan pesona. Tidak hanya pesona kecantikan raga, mungkin juga kecantikan cara dan sebagainya. Begitupun sebaliknya dengan wanita. Namun kita juga harus tetap hangat meski tidak ada pesona yang terlihat oleh jendela jiwa. Sekedar berusaha, kenapa tidak.
Tabrakan mata merupakan cara awal berinteraksi satu sama lain. Tidak harus menunggu bertabrakan mata dengan sosok yang mempesona, lalu kita baru mau saling bertegur sapa, menawarkan bantuan dengan tulus dan sebagainya. Sebagaimana Nabi Muhammad juga pernah ditegur oleh Tuhan dan sempat diabadikan dalam satu surat yang bernama ‘Abasa. Yang artinya bermuka masam, saat bertabrakan mata dengan sosok yang dianggap tidak punya pesona, yaitu seorang pria buta yang datang menghampirinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H