Mohon tunggu...
R Aulia
R Aulia Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Menjadi Lentera bukan Angin yang selalu meredupkan upaya penerangan anak-anak bangsa

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Surat Cinta Buat Aktifis Mahasiswa Indonesia

17 Februari 2014   17:20 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:45 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh:

M. Rodhi Aulia

Ditulis Senin Pagi, 17 Februari 2014 dan diselesaikan pukul 10:18 WIB.

[caption id="attachment_323078" align="alignnone" width="400" caption="Ilustrasi, Debat Mahasiswa TV One, BNI 46, Sumber: Ade-suyitno.blgspot.com"][/caption]

Saya tidak sempat melihat tayangan langsung secara penuh yang menampilkan dua kelompok anak muda berbakat. Tayangan final debat mahasiswa (Sabtu, 15/02/2014) yang diadakan oleh salah satu bank nasional dan televisi swasta Indonesia.

Namun dari beberapa session yang saya lihat dan membaca kesimpulan tayangan tersebut di berbagai media, ternyata mereka sangat menawan dan membuktikan bahwa mereka adalah mahasiswa sejati. Mereka berpendapat penuh dengan pemahaman-pemahaman yang sangat baik, meski kadar kebenarannya belum terukur validitasnya.

Masing-masing dari mereka terdiri dari tiga orang. Mereka adalah mahasiswa dari Universitas Muslim Indonesia (UMI), Makassar dan Universitas Indonesia (UI). Mereka menjadi contoh yang seharusnya dapat ditiru oleh banyak mahasiswa lain. Terutama mereka yang sedang aktif dan on fire dalam lingkungan candradimuka suatu khazanah dan berbagai disiplin keilmuan.

Perjuangan mereka menyisihkan puluhan bahkan ratusan tim debat hampir dari seluruh universitas di Indonesia. Dua kampus yang dipertemukan dalam ajang final tersebut dikenal sebagai kampus perjuangan. UI dengan sejarah panjangnya dalam menggerakkan dan membangkitkan gelombang mahasiswa sehingga bisa menciptakan arah baru Indonesia, dan UMI yang sampai sekarang terus beraksi dan menunjukkan perjuangan mereka di bagian timur Indonesia.

Perjuangan dalam arti pergerakan kampus tidak selamanya harus berjemur di tengah jalanan sambil meneriakkan seruan dan tuntutan kepada siapapun.

Alasan kebebasan berpendapat adalah salah dan sangat keliru bila aksi yang legal tersebut dilakukan dengan unjuk kekuatan otot. Kekuatan mengayunkan lengan dengan menerbangkan segala sesuatu. Sehingga segala sesuatu yang terkena menjadi terpecah dan menjadikan keadaan semakin berantakan dan runyam.

Mahasiswa adalah para pencari pemahaman yang bermula dari banyaknya literatur dan pemahaman berdasarkan kemampuan pikiran dan akal. Mahasiswa adalah para pencari kecocokan dengan mengaitkan antara literatur yang tertulis atau tidak tertulis dengan realitas yang ada.

Relevansi atau keterkaitan suatu teori dan pemahaman realitas yang dibangun, tentunya dengan terus mengulik-ngulik atau menggali, sehingga menghasilkan suatu formulasi, terobosan atau karya bersifat ilmiah yang baru. Dalam masa pencarian kecocokan dan relevansi tersebut, sudah sewajarnya dilakukan tanpa disertai dengan aksi atau unjuk rasa berlebihan, lebih-lebih jika dilakukan secara anarkis.

Keberanian berpendapat dan menyampaikan aspirasi berdasarkan realitas yang muncul, memang mutlak dilakukan. Terutama oleh darah-darah muda yang semangatnya masih atau sedang terus menyala-nyala dan berkobar bahkan tingginya melebihi letusan gunung api terdahsyat sekalipun.

Akan lebih elok bila mahasiswa yang identik dengan para kaum intelektual tersebut lebih menggunakan aset paling berharga mereka, yaitu cara berpikir dan memberdayakannya untuk mencari formulasi atau jalan keluar atas suatu realitas dan idealitas yang tersumbat. Tidak hanya terus bersorak-sorak di tengah jalan, apalagi mencermikan perilaku kaum-kaum tidak terdidik, yang beraninya bergerombolan tanpa estetika dan elegansi.

Salah satu jalan tempuh pencarian relevansi antara realitas dan idealitas tersebut adalah berdebat. Debat ilmiah yang dilakukan antar mahasiswa atau dengan siapapun. Debat yang lebih mengedepankan niat mencari formulasi atau ide segar demi jalan keluar suatu kebuntuan dan cara-cara yang bersahabat. Debat yang bertujuan membangun kesepahaman yang lebih kokoh dan aplikatif.

Bukan debat yang berangkat dari pengetahuan yang pas-pasan, sehingga menjadi debat kusir yang tidak menentu. Saya pun memahami, bila debat atau obrolan tentang sesuatu dilakukan dua orang atau lebih, namun mereka tidak sama-sama memahami konteks problem yang sedang dihadapi, maka tidak akan pernah jalan keluar atau titik kejelasan untuk mengatasi kebuntuan dapat ditemukan dan selesai.

Apalagi ketika menghadapi kebuntuan yang dapat merugikan banyak orang. Berdebat akan lebih elegan, jika dibangun tanpa ada sebersit niat menjatuhkan lawan, dan merasa gagah ketika mulut lawan terkatup, tak mampu lagi berkata-kata. Sekali-kali tidak, berdebat adalah cara sportif para petarung agar bisa lebih cepat dalam mendapatkan titik kejelasan. Mau dibawa kemana kebuntuan tersebut.

Sepertinya tidak ada yang perlu dibanggakan, bila sebagai kaum terdidik yang berasal dari perguruan tinggi hanya melakukan aksi unjuk rasa dan berpendapat (hanya) di jalanan saja, atau di depan kantor-kantor pemerintahan. Berani berkata-kata lantang ketika berhadapan dengan pembesar atau siapapun dan secara bersamaan di samping para mahasiswa tersebut segerombolan backing-backing atau jumlah yang banyak.

Sementara itu, bila hanya seorang diri, lalu dihadapkan dengan sesuatu yang seharusnya, harus berpendapat, tiba-tiba nyali menjadi ciut, tak sepatah katapun berani terlontar, apalagi melontarkan kata dengan nada dan suara yang sangar nan kasar. Hal demikian bukanlah sosok aktifis sejati.

Segala bentuk teori dan literatur lainnya yang didapatkan oleh mahasiswa saat belajar dan menerima materi baik secara langsung atau tidak, sejatinya itu semua adalah bak bayi-bayi yang masih lemah.

Maka dari itu, peran mahasiswa adalah untuk terus memelihara dan merawatnya, sesekali melatih bayi tersebut agar terus tumbuh besar dan bermanfaat. Bila tidak, maka bayi-bayi tersebut seperti seseorang atau sesuatu yang terlahir sia-sia.

Dengan kata lain, teori atau segala macam literatur ilmiah adalah pisau atau model untuk meluruskan gejala yang menghambat segala bentuk idealitas. Hambatan yang tercipta karena munculnya realitas buruk atau yang jauh dari kesan harapan dan mimpi indah.

Ada kalanya pisau-pisau tersebut diasah dan dipertajam kembali, sehingga pisau tersebut dapat berfungsi di setiap keunikan akan masalah-masalah yang muncul di tengah-tengah kehidupan banyak manusia. Tidak kaku (flexibility) dan sebagainya.

Jangan pernah berpikir, mahasiswa yang mendalami dan memahami teori atau literatur tertulis atau tidak tertulis adalah mahasiswa yang tergolong bukan mahasiswa pejuang. Atau lebih sering dibilang mahasiswa cupu.

Namun selama aktifitas pemahaman literatur dan pencocokan agar terwujudnya idealitas atau harapan dan mimpi besar, tentu mereka termasuk dari golongan mahasiswa pejuang atau aktifis mahasiswa.

Akhirnya, menjadi mahasiswa itu sangat indah bila dapat memahami tentang esensi terciptanya istilah dan label mahasiswa itu sendiri. Mereka harus sadar bahwa pemikiran (solver), inisiatif, kreasi dan segala bentuk terobosan yang dimiliki mahasiswa itu sendiri sangat dinanti-nanti agar dapat berguna dan bermanfaat bagi kelangsungan hidup banyak orang.

Daya juang, daya inisiatif, daya kreasi tersebutlah yang seharusnya menyatu dalam makna aktifis mahasiswa, bukan daya kuatnya otot melempar kursi-kursi, melontarkan kata-kata (aneh), memukul meja sampai telapak tangan memerah dan tindakan anomali lainnya

Pernah ada yang mengatakan, boleh jadi kadar intelektual terdapat kekeliruan, dan hal tersebut lebih baik daripada intelektual dilapisi dengan kebohongan. Bohong akan tujuan mereka yang mengaku sebagai kaum intelektual.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun