'KISRUH pencalonan BG memasuki babak baru'. Inilah kata pendek yang menurut saya akan berimplikasi panjang sebagaimana 'hiruk-pikuk' media sosial pasca Hasto Kristyanto (HK) memberikan konpresnsi persnya, Kamis (22/ 01) kemarin. Versi Plt Sekjen PDIP itu, Abraham Samad (AS)Â melanggar kode etik KPK karena ikut menyodorkan dirinya menjadi calon Kapolri. Lalu bergulirlah seribu ulasan sebagai ikutannya.
Lebih keras dan menakutkan karena HK juga seolah menegaskan kalau penetapan BG jadi tersangka oleh KPK adalah karena AS dendam kepada BG yang menggagalkan pencalonan dirinya menjadi Wapres. Meskipun masih terasa lucu dan aneh (karena semua pihak masih saling membantah) tapi berita dan ulasan seperti itulah yang beredar sejak pertemuan pers HK itu di media masa. Para pengamat juga berebut menilai dan mengomentari. Pusinglah rakyat menyimaknya.
Lalu? Hanya, perlu dua bukti saja untuk meredakan carut-marut ini. Saya setuju komentar dan pendapat beberapa pengamat yang memenuhi layar kaca sejak kemarin sore hingga pagi ini. Dari mereka saya mendengar dua bukti ini penting untuk penyelesaian. Kunci pertama, HK memberikan bukti atau membuktikan di depan pihak yang berwewenang bahwa AS memang melanggar hukum atau kode etik yang layak untuk dihukum. Kunci kedua, AS harus membuktikan kalau BG memang bersalah dan layak untuk dijadikan tersangka meskipun terlanjur tidak menyenangkan karena ditetapkan di detik-detik dia akan diuji DPR. Waktu yang juga menimbulkan perdebatan.
Semakin cepat kedua bukti ini dibeber di depan publik, semakin cepat pula kisruh ini akan berakhir. Presiden sendiri, meskipun saat ini tidak memberi komentar/ pernyataan apapun secara langsung tentang kekisruhan ini, harus segera memberi pernyataan. Ketegasan seorang Kepala Negara --seperti pernah ditunjukkan SBY ketika berkuasa-- akan mempercepat meredanya silang-sengketa ini.
Rakyat kini sudah pasti terbelah mendengar dan menyimak berita-berita yang ada. Jika yang didengar berita Tv Metro serta beberapa koran/ media apliasinya maka telinga akan merah setelah mendengar ulasan dari Tv One dan media-media yang sejalan dengannya. Berita mana yang benar? Lalu kemana rakyat akan bergerak? Berdiri buta di belakang atau di samping Jokowi sementara Jokowinya tidak memberi aba-aba apapun, tentu juga akan membingungkan.
Sebagai rakyat biasa (bukan pejabat, bukan pengamat, bukan juga lain-lain kecuali rakyat) sesungguhnya kita berharap agar kegaduhan antar lembaga negara ini tidak lebih lama lagi. Tuduh-menuduh dan merasa diri lebih benar tanpa diakui rakyat banyak, pastilah tidak akan pernah abadi. Mulut selalu mengatakan 'berbicara dengan hati' tapi sebenarnya kita sedang emosi, bagaimana rakyat mau mempercayainya?
Maka segeralah buktikan dua pokok yang menjadi kunci penyelesaian kekisruhan ini. Atau masih ada bukti lain? Ayo, kompasianer biasanya lebih imajiner dan lebih tajam juga pisau penilaiannya, hehe. Bahwa kita berharap segeralah ini berakhir, saya yakin kita semua setuju. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H