TIDAK baik cemburu itu. Karena cemburu orang bisa beradu. Orang tua atau guru-guru akan mengingatkan selalu, janganlah hidup menjadi orang pencemburu. Awalnya cemburu boleh jadi akhirnya saling beradu. Mungkin dengan mulut atau dengan tangan atau dengan kaki saling beradu. Pasti kita tidak mau kalau harus saling beradu. Itulah sebabnya dilarang. Jangan cemburu.
Tapi tunggu. Tidak semua cemburu, itu adalah merusak. Tidak semua cemburu harus dikatakan tidak. Tergantung juga cemburu seperti apa yang membuat hati menggelegak. Marah dan membakar berontak, apa iya atau tidak. Tidak, ya tidak. Tidak semua cemburu yang harus dijauhi karena seolah akan merusak. Tidak.
Ada cemburu yang perlu. Ini juga kata guru-guru. Agama juga terkadang menyuruh cemburu ketika melihat orang-orang lain yang beribadah penuh. Sementara kita membiarkan saja waktu berlalu.Â
Melihat orang dalam jumlah banyak bersiap dan menyiapkan bekal untuk hari esok dengan berbuat kebajikan, bersedekah atau membantu orang-orang susah, apakah kita hanya melihat begitu saja? Ampuun. Janganlah. Jangan begitu. Harus cemburu dan segera membakar jiwa.
Cemburulah kepada teman-teman yang banyak melahirkan karya. Ya, karya tulis seperti buku, misalnya. Atau bentuk lain yang selalu bisa berguna buat orang lain. Mungkin menyiarkan berita yang bukan hoax atau menyiarkan lewat video tentang orang-orang yang hobinya merusak bangsa seperti korupsi atau membabat hutan untuk jadi lahan korupsi. Siarkan saja ini. Syukur, entah ada gunanya untuk membantu membuat negara tetap utuh.
Apakah cemburu itu memang perlu? Ternyata memang perlu. Terkadang, tentu. Kalau orang katakan, sesama bis kota dilarang saling mendahului, ayo kita katakan, sesama penulis dimana saja, boleh saling cemburu. Cemburu melihat teman-teman gila buku karena membaca selalu. Gila literasi karena menulis setiap hari. Cemburulah melihat yang begitu.
Kita sebenarnya menjadi orang yang tekor jika hanya melihat teman-teman melahirkan banyak buku atau tulisan yang berserakan. Tulisan itu bukan hanya berguna untuk penulisnya yang bisa membuat dirinya melambung. Tapi tulisan juga membuat orang mampu melepaskan dirinya dari terkungkung. Merdeka.***Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H