Penggunaan sarana militer bukan kekuatan nyata militer sebagai alat untuk mempengaruhi negara lain secara langsung. Diplomasi militer bisa dijumpai dalam beberapa peristiwa seperti misalnya parade militer yang dulu secara rutin dilakukan oleh Uni Soviet dalam rangka memperingati hari Revolusi Bolshevik. Uni Soviet menggunakan parade militer di lapangan Merah, Kremlin, untuk menunjukkan kekuatan militernya, khususnya produk-produk baru peralatan militer. Tujuan strategisnya adalah untuk deterrence (menggentarkan) lawan agar berpikir dua kali kalau ingin menyerang Soviet atau agar negara-negara anggota Pakta Warsawa sendiri tidak coba-coba menentang Soviet. Dari parade itulah kemudian NATO (North Atlantic Treaty Organization) memberi sebutan bagi peralatan militer Uni Soviet. Nama-nama pesawat seperti Frogfoot, Badger, Bear, Foxbat, Foxhound, dsb. adalah sebutan pemberian NATO. Begitu pula untuk nama-nama tank dan peluru kendali, termasuk peluru kendali antar benua. Pameran alat militer ini kemudian direspon oleh negara-negara lain dengan menciptakan alat tandingan sehingga muncul fenome action-reaction formation, semacam perlombaan senjata. AS sering menggunakan cara yang sama berupa show of force melalui armada terapung, misalnya Armada Ke-7, yang rutin berlayar dari satu lautan ke lautan yang lain dan kadang-kadang melewati Terusan Suez. Negara mana yang tidak gentar ketika melihat sebuah kapal induk dengan 100 buah pesawat tempur, ratusan buah rudal jelajah, bahkan rudal nuklir, dan beberapa buah kapal pengawal lainnya yang membawa kemampuan tempur yang melebihi kekuatan militer sebuah negara. Muhibah kapal perang, pameran kedirgantaraan (air show), juga merupakan sarana yang efektif untuk menjalankan diplomasi militer. Dalam sebuah pameran kedirgantaraan, sebuah negara bisa memamerkan peralatan tempur terbaru mereka dan menjadikan negara lain terpengaruh untuk memilikinya. Di sini kemudian muncul fenomena pasar sebagai tambahan dari efek terpengaruh kehebatan sebuah produk militer. Bahkan lebih jauh pameran seperti itu bisa membangun pendapat umum untuk mengagumi kemajuan teknologi suatu negara sehingga soft power menjadi sangat efektif mempengaruhi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H