Akhir-akhir ini, perhatian publik tersita oleh dua pernyataan Presiden SBY. Pertama terkait Bunda Putri, Kedua terkait Dinasti Politik.
Pernyataan pertama tentang Bunda Putri disampaikan SBY dalam konfrensi pers di Bandara Halim, setiba lawatan dari luar negeri. Sebagaimana diberitakan dan disiarkan media massa, Presiden SBY terlihat marah ketika memberikan keterangan seputar Bunda Putri. Pemicunya adalah kesaksian Luthfi Hasan Ishaaq di pengadilan yang menyebut Bunda Putri adalah sosok penting dalam praktik suap daging impor sapi, sebagai orang dekat Presiden SBY. Presiden SBY membantah keterangan Luthfi Hasan Ishaaq. Publik lalu bertanya-tanya? Pernyataan siapa yang benar ?. Siapakah Bunda Putri? Apakah hubungannya dengan SBY? Bahkan pernyataan Presiden SBY itu juga menarik bagi kalangan pengamat. Â (Baca Presiden Risau Soal Bunda Putri, Ada Apa?)
Pernyataan kedua tentang dinasti politik. Presiden SBY mengingatkan, meskipun konstitusi ataupun undang-undang tidak melarang orang yang memiliki hubungan kekerabatan menduduki jabatan di daerah, ada batasan norma kepatutan. Menurut Presiden, berbahaya jika kekuasaan politik dan kekuasaan bisnis menyatu di daerah (Kompas, 12/10). Pernyataan itu diterjemahkan publik berhubungan dengan kasus yang sedang menimpa keluarga Ratu Atut, Gubernur Banten. Pernyataan Presiden SBY itu menggelitik banyak pihak. Belakangan beredar nama sejumlah kerabat Presiden SBY yang menjadi calon anggota legislatif dari Partai Demokrat pada Pemilu 2014. Publik lalu bertanya-tanya?
Dua isu dilemparkan Presiden SBY ke publik. Publik kemudian terlibat dalam perdebatan hangat seputar politik dinasti dan bunda putri. Perhatian mediapun disedot oleh kedua isu yang dilemparkan Presiden SBY itu. Isu yang dilemparkan Presiden SBY itu ternyata mampu menenggelamkan sejumlah isu besar. Blunderkah SBY? Ataukah ini bagian dari strategi komunikasi politik?
Dari sisi hukum, kedua isu itu tidak ada bahayanya bagi Presiden SBY. Kenal atau dekat adalah hal biasa dalam hubungan kemanusiaan. Kenal atau dekat tidak menyebabkan seseorang menanggung masalah hukum orang lain. Bahaya politik dinasti juga tidak ada kaitannya dengan persoalan hukum.
Dari sisi politik, daya pecut isu bunda putri dan politik dinasti kecil. Kedua isu itu tidak akan menghentikan masa jabatan Presiden SBY ditengah jalan. Pengaruh kepada elektabilitas juga kecil. Pasalnya, pemilu legilatif masih 6 bulan lagi. Masa enam bulan cukup efektif untuk mengalihkan perhatian publik. Apalagi rakyat Indonesia pemaaf dan terkenal dengan memori pendek.
Karena itu, Blunderkah SBY? Ataukah ini bagian dari strategi komunikasi politik untuk mengalihkan isu? Yang pasti, dengan kedua isu ini dilempar SBY ke publik, sejumlah isu besar yang sekarang terjadi KPK dan DPR luput dari perhatian publik. Perhatian publik tersita dengan isu politik dinasti dan bunda putri yang sama sekali tidak ada efek hukum nya bagi Presiden SBY.
*Penulis adalah Mahasiswa S3 Komunikasi Politik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H