Mohon tunggu...
Muhammad Rahmad
Muhammad Rahmad Mohon Tunggu... profesional -

Direktur Eksekutif President Institute, Pemerhati perkembangan sosial dan politik. Mahasiswa S3 Ilmu Komunikasi Politik, Universitas Sahid, Jakarta, Alumni HMI dan PII

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mahzab Baru Golkar: Lain Dulu Lain Sekarang

15 September 2014   07:28 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:40 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa yang tak kenal dengan Golkar atau Partai Golkar. Mungkin 2/3 politisi di negeri ini adalah hasil didikan Golkar. Sebelum reformasi, hanya ada 3 peserta pemilu; PPP, Golkar dan PDI, kemudian menjadi PDIP.

Sebelum reformasi, Golkar bukanlah partai politik. Namun setelah reformasi, Golkar berganti menjadi Partai Politik. Sebagian kader senior di Golkar pun mendirikan partai baru. Sebutlah misalnya Demokrat, Hanura, Gerindra, Nasdem, dan sebagian ada pula yang bergabung dengan PKB, PAN, PKS, PBB, PKPI.

Golkar boleh dikatakan ‘berhasil’ melahirkan tokoh-tokoh politik tanah air yang mumpuni, tanpa terkecuali juga ada yang patut dikritisi. Tiga Puluh Dua tahun pemerintahan republik dikendalikan Golkar. Masa yang cukup matang bagi Golkar melahirkan politisi-politisi handal yang sampai saat ini masih eksis, seperti Jusuf Kalla, Bang Akbar Tanjung, Fahmi Idris, Agung Laksono, Abu Rizal Bakri, sejumlah tokoh muda lainnya dan beberapa tokoh senior yang kemudian bergabung dengan partai-partai diluar Golkar.

Perbedaan pendapat secara terbuka adalah hal yang ‘tabu’ bagi Golkar pada masa lalu. Bahkan ada yang menyebut Golkar masa lalu menganut aliran politik ABS (Asal Bapak Senang). Setajam apapun perbedaan yang terjadi diantara kader Golkar, ketika ‘Bapak’ turun dan ‘batuk’, maka kader Golkar akan kembali ke jalur. Hampir dikatakan Golkar masa lalu adalah Golkar yang sangat kering praktek-praktek demokratis.

Setelah reformasi, wajah Golkar berubah. Mahzab ABS sedikit demi sedikit kelihatannya mulai bergeser menuju Mahzab patronase. Bang Akbar Tanjung muncul kepermukaan menjadi nakhoda Partai Golkar Baru. Kenyataannya, Akbar Tanjung berhasil menakhodai dan Partai Golkar berhasil keluar dari sindrom Orde Baru. Dalam Pemilu 2004, Golkar tetap dipercaya rakyat, Pemilu 2009 dan 2014 lalu, kekuatan Golkar makin kuat di parlemen meskipun belum menjadi pemenang pemilu. Tapi sebagai pelaku sejarah masa lalu yang banyak dihujat, Golkar tercatat berhasil menyakinkan rakyat, bahwa Golkar sekarang beda dengan Golkar masa lalu.

Akhir akhir ini, Golkar sedang ‘mempertononkan’ mahzab politik baru. Kelihatannya bukan lagi mahzab ABS, bukan pula mahzab Patronase.Mahzab ABS berakhir 1997, kemudian Mahzab Patronase Akbar Tanjung pun kelihatannya akan berakhir. Sosok Akbar Tanjung sebagai patron Golkar pasca reformasi, tidak lagi kuasa menyatukan Golkar, khususnya setelah Pemilu Legislatif 2014 yang berujung kepada pemecatan dan perpecahan ditubuh Golkar sendiri.

Demokrasi terbuka ditubuh Golkar mulai tumbuh. Inilah mahzab baru atau mahzab ketiga yang saat ini sedang berkembang ditubuh Golkar. Kader-kader muda mulai tampil dipanggung politik Golkar. Perbedaan pendapat tidak lagi dianggap tabu. Mahzab ABS dan patronase sudah mulai ditinggalkan kader-kader muda Golkar.

Ada tiga hal yang saat ini sedang berkembang ditubuh Golkar. Pertama; polemik seputar Golkar menjadi oposisi atau berkoalisi dengan Pemerintahan Jokowi-JK; Kedua; suksesi penggantian Ketua Umum Golkar; Ketiga; munas Golkar dipercepat atau tidak.

Rakyat akan terus melihat, memantau, mengamati dinamika politik ditubuh Golkar. Jika Golkar piawai memainkan dinamika ini, tidak mustahil, Golkar akan kembali dicintai rakyat dan bisa jadi, Golkar akan makin kuat. Sebaliknya, Golkar akan makin hancur dan lama-lama redup jika kepiawaian politik kader Golkar tenggelam oleh kepentingan jangka pendek dan pragmatis. Wallahu ‘alam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun