Nama: M. Rafi Fadhilah
Nim: 222111124
Kelas: HES 5D
Mata Kuliah: Sosiologi Hukum
Dosen Pengampu: Dr. Muhammad Julijanto, S.Ag., M.Ag.
1. Artikel JurnalÂ
Ali Abdul Wakhid, EKSISTENSI KONSEP BIROKRASI MAX WEBER DALAM REFORMASI BIROKRASI DI INDONESIA, Jurnal TAPIs Vol.7 No.13 Juli-Desember 2011.
Di dalam artikel ini membahas tentang Eksistensi Konsep Birokrasi Max Weber Dalam Reformasi Birokrasi di Indonesia. Max Weber menciptakan model tipe ideal birokrasi yang menjelaskan bahwa suatu birokrasi atau administrasi mempunyai suatu bentuk yang pasti dimana semua fungsi dijalankan dalam cara-cara yang rasional. Sejak bergulirnya era reformasi, berbagai isu ataupun pemikiran dilontarkan para pakar berkaitan dengan bagaimana mewujudkan tata pemerintahan yang baik (good governance), di antaranya dilakukan melalui reformasi birokrasi. Upaya tersebut secara bertahap dilakukan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (Provinsi dan Kabupaten/ Kota). Secara empiris birokrasi identik dengan aparatur pemerintah yang mempunyai tiga dimensi yaitu organisasi, sumber daya manusia, dan manajemen. Dalam pemerintahan, dimensi itu dikenal kelembagaan, kepegawaian dan ketatalaksanaan, yang merupakan unsur-unsur administrasi negara; kiranya dimensi tersebut dapat ditambah dengan kultur mind set. Konsep birokrasi Max Weber yang legal rasional, diaktualisasikan di Indonesia dengan berbagai kekurangan dan kelebihan seperti terlihat dari perilaku birokrasi. Perilaku birokrasi timbul manakala terjadi interaksi antara karakteristik individu dengan karakteristik birokrasi; apalagi dengan berbagai isu yang berkembang dan penegakan hukum saat ini yang berkaitan dengan patologi birokrasi.
Petrus CKL. Bello, HUBUNGAN HUKUM DAN MORALITAS MENURUT H.L.A HART, Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-43 No.3 Juli-September 2013.Â
Di dalam artikel ini membahas tentang Hubungan Hukum dan Moralitas Menurut H.L.A Hart. Hukum positivisme Hart bertujuan mensintesa sikap hukum alam dan hukum moralitas yang memiliki hubungan yang diperlukan dan posisi positivisme hukum klasik dunia yang menganggap bahwa dua kutub yang benar-benar tidak memiliki hubungan. Namun, upaya Hart untuk mendamaikan dua tradisi yang bertentangan tidak bekerja, bukan membuat sistem pemikiran Hart tentang masalah ini tetap ambigu. Di satu sisi, Hart menyatakan bahwa hukum dan moralitas saling terhubung, bahkan sampai ke titik yang hubungan mereka menjadi hubungan alam mutlak, sementara di sisi lain, ia menegaskan bahwa keduanya tidak benar-benar terkait dan harus jelas berdiri terpisah. Hart berpendapat bahwa pemisahan harus dilakukan untuk menghindari konservatisme dan anarkisme. Artikel Ini akan menunjukkan bahwa pandangan Hart adalah keliru dan bahwa argumen untuk memisahkan dua tidaklah cukup. Hukum dan moralitas yang benar-benar menganggap satu sama lain dan pengakuan dari hubungan ini tidak membuat seseorang konservatif atau anarkis.
2. Pokok-pokok Pemikiranya
a. Menurut Max Weber bahwa tipe ideal birokrasi yang rasional tersebut dilakukan dalam cara-cara sebagai berikut: Pertama, individu pejabat secara personal bebas, akan tetapi dibatasi oleh jabatannya manakala ia menjalankan tugas-tugas atau kepentingan individual dalam jabatannya. Pejabat tidak bebas menggunakan jabatannya untuk keperluan dan kepentingan pribadinya termasuk keluarganya. Kedua, jabatan-jabatan itu disusun dalam tingkatan hierarki dari atas ke bawah dan ke samping. Konsekuensinya ada jabatan atasan dan bawahan, dan ada pula yang menyandang kekuasaan lebih besar dan ada yang lebih kecil. Ketiga, tugas dan fungsi masing-masing jabatan dalam hiearki itu secara spesifik berbeda satu sama lainnya. Keempat, setiap pejabat mempunyai kontrak jabatan yang harus dijalankan. Uraian tugas (job description) masing-masing pejabat merupakan domain yang menjadi wewenang dan tanggung jawab yang harus dijalankan sesuai dengan kontrak. Kelima, setiap pejabat diseleksi atas dasar kualifikasi profesionalitasnya, idealnya hal tersebut dilakukan melalui ujian yang kompetitif. Keenam, setiap pejabat mempunyai gaji termasuk hak untuk menerima pensiun sesuai dengan tingkatan hierarki jabatan yang disandangnya. Setiap pejabat bisa memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya dan jabatannya sesuai dengan keinginannya dan kontraknya bisa diakhiri dalam keadaan tertentu. Ketujuh, terdapat struktur pengembangan karier yang jelas dengan promosi berdasarkan senioritas dan merit sesuai dengan pertimbangan yang obyektif. Kedelapan, setiap pejabat sama sekali tidak dibenarkan menjalankan jabatannya dan resources instansinya untuk kepentingan pribadi dan keluarganya. Kesembilan, setiap pejabat berada di bawah pengendalian dan pengawasan suatu sistem yang dijalankan secara disiplin.