Hari ini merupakan hari yang istimewa bagi kebanyakan umat Tridharma pada umumnya dan umat Buddha Mahayana Cina pada khususnya. Tepat hari ini yang dalam penanggalan lunar Cina jatuh pada bulan ke-9 tanggal 19 (Kauw Ge Cap Kauw) merupakan hari peringatan Bodhisattva Avalokitesvara mencapai Pencerahan (Nirvana). Mungkin nama Avalokitesvara terdengar asing bagi kebanyakan orang; dalam bahasa Cina beliau disebut Guan Shi Yin Phu Sa (Kwan She Im Pou Sat) atau lebih dikenal masyarakat umum sebagai Dewi Kwan Im. Menurut tradisi Buddhis Mahayana, Beliau adalah seorang Bodhisattva, makhluk suci yang telah mencapai Pencerahan tetapi menangguhkan Nirvana-Nya untuk kembali ke dunia fana ini menolong makhluk-makhluk yang menderita.
Nama Avalokitesvara (avalokita + isvara) bermakna "Sang raja (isvara) yang melihat ke bawah atau dunia (avalokita)"; nama Guan Shi Yin bermakna hampir sama, yaitu "Ia yang mendengar suara jerit tangis dunia". Kenyataannya, Beliau merupakan satu-satunya makhluk suci dari tradisi Mahayana yang diakui oleh umat Buddha Theravada. Di Sri Lanka Beliau disebut Natha atau Nathadeva dengan nama lengkapnya Lovesvaranatha ("Sang raja yang melindungi dunia"); di negara-negara Buddhis di Asia Tenggara (terutama Thailand, Kamboja, dan Myanmar) namanya dikenal sebagai Lokesvara ("Raja dunia"). Hal ini disebabkan karena Beliau dalam tradisi Theravada dianggap sebagai perwujudan sifat kasih sayang (karuna) Sang Buddha Gotama.
Menjawab pertanyaan mengapa sosok Avalokitesvara dapat diterima dalam kedua tradisi utama Buddhis ini, Bhikkhu Piyasilo Mahathera memberikan beberapa poin berikut:
- Kitab Suci: Ajaran bahwa Avalokitesvara adalah jelmaan belas kasih Sang Buddha didasarkan pada kitab suci Buddhis (termasuk kitab Pali). Dikatakan bahwa Sang Buddha, bangkit di pagi hari dari pencapaian meditatif belas kasih agung, mengamati dunia (mahakaruna samapattito vutthaya lokam volokento, D 2:37, DhA 1:21 2:367, P 1:126).
- Sifat Sang Buddha: Dalam Mahaparinibbana Sutta, Sang Buddha berkata bahwa Beliau muncul dalam delapan kumpulan (orang mulia, brahmana, perumah tangga, pertapa, Empat Raja Dewa, Tiga Puluh Tiga Dewa, Mara, dan Brahma) melihat dan berbicara seperti mereka untuk mengajar Dhamma, mendorong, memperbaiki, dan menggembirakan mereka tanpa dikenali sama sekali oleh mereka (D 2:109). Avalokitesvara menunjukkan sifat-sifat yang sama dengan berbagai perwujudannya (akan dibahas di bagian di bawah).
- Pengendalian Sang Buddha terhadap waktu: Sedikitnya dalam dua peristiwa Sang Buddha menunjukkan pengendalian-Nya terhadap waktu. Contoh pertama adalah ketika Sang Buddha menimbulkan gambaran bidadari cantik luar biasa dalam pikiran Ratu Khema, istri Raja Bimbisara, dan membiarkannya "melihat" bidadari itu melewati masa muda, dewasa, usia tua, dan mati dalam waktu singkat (DhA 4:168 f). Contoh kedua ditemukan dalam Mahaparinibbana Sutta, di mana Sang Buddha mengisyaratkan kemampuan-Nya, hasil pencapaian-Nya akan jalan pencapaian beruas empat (iddhipada), untuk hidup selama satu kalpa (bisa berarti masa hidup normal manusia atau satu masa dunia) kepada Ànanda (D 2:103 117).
- Sifat adiduniawi Sang Buddha: "Karena seorang Tathagata [Buddha], tidak bisa dipahami walaupun sedang muncul di dunia ini, tidak layak mengatakannya... bahwa setelah wafat Tathagata itu ada, tidak ada, ada dan tidak ada, atau bukan ada dan tidak ada" (S 3:118; cf M 1:488). Kepada Dona sang brahmana yang melihat jejak kaki-Nya, Sang Buddha menyatakan bahwa keberadaan-Nya tidak bisa digolongkan ke dalam makhluk apa pun (dewa, makhluk surgawi, yaksha, atau manusia) tetapi istilah "Buddha"-lah paling sesuai bagi- Nya (A 2:38). Kekuatan Sang Buddha itu di luar pemahaman pikiran yang belum cerah. Avalokitesvara, sebagai kekuatan spiritual positif bagi umat Buddha yang tak terhitung banyaknya selama berabad-abad, adalah aspek pikiran tertinggi yang tidak bisa dicabut.
- Pemanusiaan Sang Buddha: Terlalu memanusiakan dan tidak melegendakan Sang Buddha membuat-Nya terlihat seperti guru Dhamma yang tak berdaya. "Dia wafat di Nirvana. Dia tidak bisa menolongmu; Anda harus menolong diri sendiri!" Ini adalah obat yang tepat di waktu yang salah. Sebagai akibatnya, umat awam yang putus asa mulai berpaling ke dewa Hindu (Sri Lanka), pemujaan nat (Myanmar), dewa bumi (Thailand), dan Brahma Bermuka Empat (Malaysia dan Singapura). Avalokitesvara muncul mewakili jawaban bagi kebutuhan yang menekan dan pengalaman hidup bagi orang kebanyakan yang melihat ajaran Buddha lebih dari sekadar kitab suci dan pengetahuan (kebijaksanaan) dan tidak hanya ‘menjawab’ pendoa, tetapi juga menampakkan diri dalam legenda rakyat populer dalam bentuk manusia. Orang-orang yang percaya hanya perlu memohon langsung kepada Sang Avalokitesvara dalam salah satu bentuknya yang tak terhingga banyaknya. Seseorang hanya perlu mengutarakan kesulitannya dan laksana seorang penasihat agung, Sang Avalokitesvara selalu siap mendengarkan dengan penuh perhatian. Jika ada yang berpikir bahwa hal ini bernada Ketuhanan, dia harus ingat bahwa meditasi Avalokitesvara juga muncul dalam bentuk metoda visualisasi dengan realisasi ketanpa-akuan yang menghasilkan pandangan terang (vipassana) sebagai tujuannya.
Perwujudan Wanita Avalokitesvara
Kepopuleran Bodhisattva Avalokitesvara sebagai penjawab dan penolong suara orang-orang yang menderita didasarkan pada teks Mahayana, Saddharmapundarika Sutra. Dalam bab 25 dikisahkan Bodhisattva Akshayamati bertanya tentang mengapa Bodhisattva Avalokitesvara disebut dengan nama demikian, Sang Buddha menjawab: "Wahai putera yang baik! Jika terdapat ratusan ribu koti mahluk yang sengsara karena penderitaan dan kenestapaan, maka mereka yang mendengar tentang Bodhisattva Avalokitesvara ini dan dengan sepenuh hatinya menyebut namanya, maka dengan segera Bodhisattva Avalokitesvara akan memperhatikan jeritan mereka dan semuanya akan terbebas dari segala penderitaan mereka."
Setelah Sang Buddha menjelaskan panjang lebar tentang manfaat besar dari mengagungkan nama Bodhisattva Avalokitesvara ini, Bodhisattva Akshayamati bertanya lagi bagaimana cara Avalokitesvara menolong dan mengajarkan kebenaran kepada makhluk-makhluk yang menderita. Sang Buddha menjelaskan bahwa Avalokitesvara mengajar dengan mengambil wujud yang sesuai dengan kecenderungan pendengarnya. Terdapat tiga puluh tiga perwujudan Bodhisattva Avalokitesvara, yaitu:
- Buddha
- Pratyeka (Pacceka) Buddha
- Sravaka (Arahat)
- Brahma
- Sakra (Indra)
- Isvara
- Mahesvara
- Jenderal surgawi
- Vaisravana
- Raja dunia
- Orang kaya (atau sesepuh)
- Perumah tangga
- Pejabat
- Brahmana
- Bhiksu
- Bhiksuni
- Upasaka (umat awam pria)
- Upasika (umat awam wanita)
- Wanita kaya (isteri sesepuh)
- Perumah tangga wanita
- Pejabat wanita
- Brahmana wanita
- Anak lelaki
- Anak gadis
- Dewa
- Naga
- Yaksha
- Gandharva
- Asura
- Garuda
- Kimnara (burung surgawi)
- Mahoraga (naga raksasa)
- Vajrapani atau Vajradhara
Terlihat bahwa beberapa di antara banyak perwujudan Avalokitesvara ini terdapat beberapa perwujudan sebagai wanita. Karena sifat wanita yang penuh dengan kasih sayang sangat cocok dengan sifat kasih sayang Bodhisattva Avalokitesvara ini, maka di Asia Timur (Cina dan Jepang) Beliau digambarkan sebagai seorang wanita. Hal ini berbeda di negeri-negeri Buddhis di luar Asia Timur yang menggambarkan Avalokitesvara sebagai pria.
Kisah Putri Miaoshan
Selain dari konteks kitab suci, kemunculan wujud wanita Avalokitesvara di Cina juga didasarkan pada kisah legenda yang populer dalam masyarakat Cina. Dikisahkan bahwa pada tahun kesebelas masa Jintian ("Surga Emas") (yaitu tahun 2587 SM) hiduplah seorang raja bernama Miaozhuang, penguasa Xinlin, yang memiliki tiga orang putri tetapi tak berputra. Putri ketiga bernama Miaoshan memiliki sifat yang berbeda dengan kedua saudarinya, ia lebih tertarik mendalami hal-hal spiritual ketimbang menikah dan menjadi penguasa, yang menyebabkan raja resah dan mencoba berbagai upaya untuk menggagalkan keinginan sang putri. Putri Miaoshan inilah yang kelak akan dikenal orang-orang sebagai Dewi Kwan Im (perwujudan wanita Avalokitesvara).
Perlu dicatat bahwa tahun kejadian ini (2587 SM) tidak cocok dengan kronologis kemunculan agama Buddha (Siddharttha Gautama lahir tahun 623 SM dan memberikan ajarannya 35 tahun kemudian). Salah satu penjelasan yang mungkin adalah bahwa ini adalah legenda pra-Buddhis yang kemudian dipengaruhi oleh ajaran Buddha.
Pada suatu waktu di masa lampau, Guru Lu (Vinaya) Daoxuan tinggal di Vihara Linggan di Pegunungan Zhongnan. Kesucian tindakannya menyebabkan seorang dewa datang kepadanya. Guru Daoxuan bertanya pada dewa tersebut suatu hari: "Aku telah mendengar bahwa Bodhisattva Avalokitesvara memiliki jodoh karma dengan tanah ini, namun aku tidak tahu di manakah tempat perwujudan Avalokitesvara paling banyak berada.”