Mohon tunggu...
Seniya
Seniya Mohon Tunggu... Ilmuwan - .

Tulisan dariku ini mencoba mengabadikan, mungkin akan dilupakan atau untuk dikenang....

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kehidupan Umat Awam Buddhis

1 April 2012   14:15 Diperbarui: 27 Oktober 2021   09:15 679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Secara umum, praktisi ajaran Buddha dibedakan menjadi dua kelompok. yaitu kelompok perumah tangga atau umat awam yang hidup berkeluarga menghidupi anak dan istri serta kelompok orang-orang yang telah meninggalkan kehidupan duniawi. Kedua cara hidup ini adalah pilihan, tidak ada keharusan bagi pengikut ajaran Buddha untuk hidup membiara (sebagai bhikkhu atau bhikkhuni), tetapi juga tidak ada kewajiban untuk hidup menjalankan rumah tangga. Namun demikian, jika seseorang bersungguh-sungguh dan bertekad pada kemajuan batin atau spiritualnya, kehidupan monastiklah yang dianjurkan. Dalam Muni Sutta, Sutta Nipata, dikatakan:

Bagaikan burung merak yang berjambul dan berleher biru, ketika terbang, tidak pernah mengimbangi angsa liar dalam kecepatan, demikianlah seorang perumah tangga tidak pernah mengimbangi seorang bhikkhu, orang bijaksana yang hidup menyepi, melakukan meditasi di dalam hutan

Meskipun demikian, dalam kehidupan berumah tangga pun sesungguhnya seseorang bisa mengembangkan kehidupan spiritualnya. Hal ini banyak ditemukan dalam sutta-sutta (kotbah Sang Buddha) kepada para perumah tangga. Mengingat kita semua masih berkecenderungan untuk hidup menikmati keduniawian, tetapi juga memperhatikan kehidupan spiritual, maka di bawah ini saya sajikan sebuah artikel bagaimana kehidupan seorang umat awam yang seraya menjalankan kehidupan duniawi juga memperhatikan sisi spiritualitas. Artikel ini diterjemahkan dari artikel berjudul "The Lay Disciple" dari sebuah blog Buddhis. Semoga bermanfaat.

-----oooOOooo----

Kehidupan Seorang Umat Awam Buddhis 

Inilah seorang siswa Sang Buddha, yang tinggal di rumah. Ia memiliki keyakinan terhadap pencerahan Sang Buddha. Ia melatih dirinya untuk memurnikan perbuatan dan ucapannya. Ia mengembangkan kedermawanan, belajar untuk berkorban dan melepas. Dan inilah praktek yang ia lakukan: ia mengambil kesempatan untuk mendengarkan Dhamma – kata-kata Sang Buddha, para bhikkhu dan bhikkhuni yang telah tercerahkan. Tetapi itu belum semuanya. Ia bertekad untuk mengingat Dhamma yang ia dengar. Ia berusaha mengingatnya, menyimpannya dalam pikirannya. Karena ia mengetahui bahwa dengan demikian ia akan memikirkannya, melihatnya, menyelidikinya, memahaminya dengan mendalam. Kemudian, dengan praktek yang demikian, ia mengetahui inilah hukum alamiah, kehidupannya pasti akan mengikutinya.

Perlahan tetapi pasti seluruh kehidupannya akan tersentuh dan berubah oleh keajaiban yang adalah mukjizat Dhamma: Dalam pekerjaannya ia tekun, pekerja keras, dan rajin. Dalam urusan keuangan ia bermurah hati, menghindari hutang, mengetahui manfaat dari berhemat dan ia tidak pernah lupa untuk memikirkan keluarga dan teman-temannya. Ia merawat dengan baik kedua orang tuanya di mana ia menerima pendidikan dan bimbingan dalam kehidupan serta mengajarkan dan mendukung anak-anaknya dan teman-temannya, selalu berhati-hati untuk bergaul dengan orang-orang yang baik dan mulia. Demikianlah kehidupan duniawinya yang seimbang memungkinkan ia mengabdikan lebih banyak waktu dan kejernihan dalam kehidupan spiritualnya.

Sekurang-kurangnya sekali dalam seminggu, berpakaian putih yang melambangkan kemurnian, ia menikmati satu hari keheningan dan perenungan. Ia memutuskan untuk menginvestasikan diri dalam pelatihan tubuh, ucapan dan pikiran yang mulia ini. Ia mengetahui, satu hari yang demikian dihabiskan dengan mengikuti jejak para Arahat, pada hari-hari duniawinya, lebih berharga dari kekayaan apa pun dalam rekening banknya. Hari itu, ia mengingatkan dirinya sendiri akan Dhamma yang ia pelajari, ia dapat berpuasa pada hari itu juga, menjaganya agar tetap ringan dan sederhana, merenungkan kata-kata Sang Buddha. Ia dapat merenungkan sifat-sifat Sang Buddha, apa yang menjadikan seorang Yang Tercerahkan, ia dapat merenungkan Dhamma dan Sangha. Ia dapat merenungkan sifat-sifat para dewa dengan mengetahui bahwa kehidupannya jika dimurnikan dengan cara ini akan membawa menuju pada keadaan pikiran yang demikian dan tidak ada tempat tujuan yang lain. Setiap hari, ia memulai paginya dengan lima perenungan yang bermanfaat. Setiap pagi ia dapat menguatkan kembali keyakinannya kepada Sang Guru, Pertapa Gotama dan pembabaran Dhamma-Nya serta sekelompok siswa yang telah mengikuti jalan ini dengan sungguh-sungguh. Setiap pagi ia dapat merenungkan kebajikan yang ia tekadkan untuk diwujudkan dalam kehidupannya dan ia dapat memikirkan bagaimana ia dapat menjalankan kedermawan pada hari itu.

Setiap hari, ia dapat bertekad untuk meningkatkan ingatannya terhadap ajaran Sang Buddha, dengan membacakan kata-kata Yang Tercerahkan dari ingatannya. Setiap hari anda dapat menemukannya dengan tenang merenungkan makna Dhamma yang ia pelajari. Orang lain menyebutnya meditasi, ia menyebutnya sammā samādhi dan bhāvanā atau pengembangan [batin], karena ia mengetahui ini bagaikan sebuah tumbuhan, yang memerlukan perhatian yang berkelanjutan dan penanganan yang cermat agar ia tumbuh kuat untuk menghasilkan buah.

Ia mengetahui bahwa dari keyakinan muncul ketenangan dan dari ketenangan muncul kegembiraan. Bahwa kegembiraan dari dalam akan membawanya lebih sering masuk ke dalam kediaman yang tenang dari empat jhāna. Ia mengetahui bagaimana menggunakan ketenangan sempurna dan keseimbangan dari jhana keempat untuk mengingat kembali kehidupan lampaunya, ya, ia dapat menguasai kemampuan yang sama demikian, tetapi melampaui itu semua, ia mengetahui tidak ada kegembiraan yang lebih tinggi daripada merenungkan ketidakkekalan enam indera, dengan mengamati gejolak timbul dan lenyapnya; ketika kebijaksanaanya tumbuh, [ia] mengetahui tidak ada kegembiraan yang lebih tinggi daripada mengamati lima kelompok kehidupan yang timbul dan lenyap, dengan merenungkan sebab akibat yang saling bergantungan yang membawa pada pengetahuan mendalam dan memurnikan kebijaksanaan.

Istri dan Anak Sang Perumah Tangga
Istri dan Anak Sang Perumah Tangga
Ketika hari-hari meditasi mingguannya (Uposatha) tumbuh dengan mendalam, dibimbing dan selaras dengan kata-kata Sang Buddha yang ia hargai bagaikan harta karun kuno, kemampuannya dalam memperdalam pencerahannya melalui penerapan meditasi seperti yang dijelaskan Sang Buddha menjadi lebih mendalam. Ia, masih dengan mengenakan pakaian putih, tinggal bersama istri dan anak-anak, menjaga pikirannya kokoh menjalankan perhatian terhadap tubuh, atau empat satipatthana, atau meditasi pernapasan, yang membawa pada pengetahuan mendalam dan kebijaksanaan serta buah pemasuk arus (Sotapanna), yang kembali sekali (Sakadagami) dan yang tidak akan kembali (Anagami). Inilah yang ia ketahui sebagai jalan menuju Nibbana seperti yang ditunjukkan oleh Yang Tercerahkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun