Pak Hartawan, yang lebih muda, tak mau kalah berbagi pengalamannya. "Aku memang belum sebanyak pengalamanmu, Erjati. Tapi aku merasa sangat beruntung bisa menjabat di MIN 1 Bandar Lampung juga. Di sana aku belajar banyak tentang manajemen sekolah yang baik. Lalu, di MIN 2 dan MIN 11, aku berusaha menerapkan apa yang sudah kupelajari sebelumnya."
Pak Erjati tersenyum mendengar cerita sahabatnya. "Dan akhirnya, kamu juga sampai di MTsN 1 Bandar Lampung, kan? Bagaimana rasanya bertugas setelah bertugas di beberapa tempat?"
"Rasanya seperti pulang ke rumah sendiri. MTsN 1 Bandar Lampung selalu punya tempat khusus di hatiku. Di sana aku merasa bisa benar-benar berkontribusi dan meneruskan apa yang sudah kita mulai dulu. Dan yang paling penting, aku merasa dekat dengan para guru dan siswa," jawab Pak Hartawan dengan hangat.
Mereka berdua saling bertukar cerita tentang bagaimana mereka menghadapi berbagai tantangan selama menjabat di madrasah-madrasah tersebut. Meski jalan yang mereka tempuh berbeda, tetapi tujuan mereka sama---mencerdaskan anak bangsa dan menjaga nilai-nilai agama tetap hidup di tengah masyarakat.
Pembicaraan mereka hari itu di warung soto, di samping Stadion Pahoman, mengingatkan mereka bahwa meskipun waktu terus berjalan dan tanggung jawab berubah, semangat dan dedikasi mereka terhadap pendidikan tetap sama. Persahabatan mereka yang telah terjalin selama bertahun-tahun pun semakin kuat dengan kenangan-kenangan indah yang mereka bagikan.
Setelah menikmati setiap suapan soto dan menyeruput jus jeruk panas yang menyegarkan, Pak Hartawan perlahan beranjak dari tempat duduknya. Dia meraih dompet dari saku celananya dan berjalan menuju kasir untuk membayar makanan yang mereka pesan.
Namun, sebelum sempat menyerahkan uangnya, Pak Erjati segera menyusul dan menepuk bahu Pak Hartawan dengan lembut. "Biar aku yang bayar, Hartawan. Aku yang mengundangmu ke sini," ujar Pak Erjati dengan senyum penuh persahabatan.
Pak Hartawan menoleh dan tersenyum kecil. "Ah, Erjati, nggak perlu repot-repot. Kita kan sahabat lama, nggak usah saling sungkan."
"Tetap saja, Hartawan. Hari ini aku yang ingin mentraktirmu. Anggap saja ini sebagai rasa terima kasih atas semua kerja keras dan kebersamaan kita selama ini," balas Pak Erjati sambil mengambil uang dari dompetnya.
Pak Hartawan akhirnya mengalah, mengangguk setuju, dan memasukkan kembali uangnya ke dalam dompet. "Baiklah, Erjati. Kali ini aku terima, tapi lain kali biar aku yang traktir," katanya sambil tersenyum lebar.
Mereka pun kembali ke meja untuk mengambil barang-barang mereka, lalu melangkah keluar dari warung soto dengan perasaan hangat dan penuh rasa syukur. Momen sederhana itu, bagi keduanya, adalah pengingat betapa berharganya persahabatan yang sudah terjalin lama. Di tengah kesibukan dan tanggung jawab masing-masing, mereka tetap menyempatkan diri untuk bertemu, berbagi cerita, dan menikmati momen kebersamaan yang langka.