Di Bandung yang sejuk, kehidupan Yani dan Husen penuh dengan dinamika khas guru dan aktivis pendidikan. Yani, seorang guru yang selalu sibuk dengan tugasnya di sekolah, dan Husen, adalah seorang pegiat pendidikan yang selalu siap membantu.
Suatu hari, Yani baru saja pulang dari acara di MAN dan disambut oleh pesan dari Apriyani, rekannya di sekolah. "Tadi kamu ke MAN ya? Acara apa?" tanyanya. Yani, yang masih dalam perjalanan pulang, tersenyum dan mengingat betapa sibuknya hari itu, mengantar tamu dalam acara penting.
Di rumah, Yani membuka kulkas dan melihat makanan yang ditaruh oleh Apriyani sebelumnya. "Aku taruh di kulkas," pesan Apriyani mengingatkannya. Yani menghargai perhatian kecil ini, karena hari-harinya yang padat sering membuatnya lupa makan.
Pada tanggal 18 Desember, Yani menerima pesan dari Husen. "Tak dapat terima panggilan sekarang. Ada apa?" tulis Husen. Yani sedang membutuhkan bantuan untuk rapat koperasi di sekolah. "Kamu dimana... kalau bisa ke sekolah mau rapat koperasi," pinta Yani. Namun, Husen, yang masih lelah, tidak bisa datang saat itu.
Hari-hari berikutnya, komunikasi antara Yani dan Husen terus berlanjut, membicarakan berbagai hal mulai dari urusan sekolah hingga kegiatan pribadi. Pada bulan Januari, Yani mengantar sesuatu ke depan sekolah, sementara Husen memberi tahu bahwa dia masih bersama Bu Yanti. "Bentar, masih ada Bu Yanti," jawabnya.
Waktu berlalu, dan pada bulan Februari, Husen mengajak Yani untuk ngopi. "Ngopi, bro," ajak Husen. Namun, karena kesibukan masing-masing, mereka sering kali hanya bisa berkomunikasi melalui pesan singkat. Di suatu hari pada bulan April, Husen mengingatkan Yani tentang seorang kenalan mereka, Pak Sugandi, yang pernah diminta menjadi pelatih pramuka.
Di tengah kesibukan mereka, ada juga saat-saat duka. Pada bulan Mei, Yani menerima kabar duka dari Husen. "Innalillahi wainnailaihi rojiun," tulis Husen, mengabarkan kepergian seorang teman mereka. Yani merasa kehilangan dan mendoakan agar temannya diterima di sisi Allah dengan baik.
Pada bulan Juni, Yani bertanya kepada Husen tentang sebuah acara yang sedang berlangsung di Masjid Taqwa. "Yang lagi sambutan siapa, ayo..." tanya Husen. Yani merasa penasaran dan bertanya kembali, "Acara dimana itu?" Husen pun menjelaskan dengan detail.
Bulan-bulan berikutnya, komunikasi mereka terus berlanjut, termasuk pada ulang tahun Yani. "Barakallah fii umrik saudaraku, sehat-sehat selalu, berkah usiannya," ucap Husen. Yani merasa terharu dengan perhatian Husen, yang selalu ada untuknya meski dalam kesibukan masing-masing.
Yani dan Husen, meski sering terpisah oleh jarak dan kesibukan, selalu menemukan cara untuk saling mendukung dan menjaga komunikasi. Bagi mereka, persahabatan dan dedikasi terhadap pendidikan adalah hal yang tak ternilai, yang terus mereka jaga di tengah hiruk-pikuk kehidupan di Bandung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H