Yani duduk di sudut sebuah kafe di Bandung, Jawa Barat, sambil menatap keluar jendela. Udara dingin menyelubungi kota, membawa aroma khas hujan yang baru saja turun. Bandung selalu punya caranya sendiri untuk menenangkan hati, pikir Yani.
Barangkali menjauhnya dirimu adalah jawaban dari do'aku pada suatu malam, ia mengingat kembali malam-malam panjang yang dihabiskannya dalam doa. Yani menutup matanya sejenak, mencoba mengabaikan semua hal yang terasa salah sejak mulai memasukkan nama Husen dalam perjalanannya. Sejak saat itu, hidupnya seperti tersesat dalam kegembiraan semu yang sulit terhenti. Setiap percakapan, setiap tawa, semua terasa manis namun tidak nyata.
Pada akhirnya, Yani menyerah. Ia beralih pada rangkaian do'a, satu-satunya kekuatan yang ia percayai. Ia mulai kembali membiasakan harinya tanpa sapaan basa-basi dari Husen di ponselnya. Tidak ada lagi pemberitahuan pesan masuk atas nama Husen. Di saat-saat seperti ini, hatinya lebih sering menyebut nama Tuhannya, Sang Pemilik diri ini. Istighfarnya mengema di ruang hati setiap kali nama Husen terlintas di pikirannya.
Yani menata kembali langkahnya, menuju tujuan sebenarnya. Ia sadar bahwa ini bukan hanya tentang sekedar nama, tetapi tentang asa yang ia jatuhkan pada Husen. Ia membiarkan hatinya terbius pada permainan kata-kata dengan Husen, menjebak dirinya dalam dramaqueen yang menggelikan.
Di titik ini juga, Yani menjatuhkan harapan. Terhapusnya nama Husen dari ponselnya perlahan turut menyamarkan cerita tentangnya. Karena ia percaya, doa adalah jalan terbaik dalam menikmati perjalanan takdir hidup.
Yani membuka matanya, memandangi kembali jalanan Bandung yang basah. Ia mengambil nafas dalam-dalam, merasakan kesegaran udara yang masuk ke paru-parunya. Hatinya lebih tenang, lebih damai. Ia tahu, perjalanannya masih panjang, tetapi kini ia lebih siap. Ia memutuskan untuk melanjutkan hidup, merajut kembali mimpi-mimpinya tanpa bayang-bayang masa lalu.
Di sudut kafe itu, Yani menemukan kekuatan baru untuk melangkah maju, meninggalkan segala kegelisahan yang pernah mengurungnya. Bandung, dengan segala pesonanya, menjadi saksi bisu dari tekad Yani untuk menggapai tujuan sejatinya, tanpa lagi terbebani oleh masa lalu yang menyakitkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H