“Raly, puisimu sangat kuat dan menyentuh,” kata Kak Api pelan. “Kau berhasil menangkap perasaan ketidakadilan dan perjuangan dengan begitu mendalam.”
Raly tersenyum lega. “Terima kasih, Kak. Aku ingin puisiku bisa memberikan suara bagi mereka yang sering terabaikan.”
Kak Api mengangguk penuh semangat. “Dan itulah tugas seorang penulis, Ly. Menyuarakan apa yang tidak bisa diucapkan oleh banyak orang. Kau sudah berada di jalur yang tepat.”
Hari itu, di tengah keramaian kota Bandung, Raly dan Kak Api merasa semakin dekat dengan dunia sastra yang mereka cintai. Mereka tahu bahwa meskipun hidup penuh dengan tantangan dan ketidakpastian, selama masih ada harapan, mereka akan terus berjuang dan menulis.
Saat senja mulai turun, mereka kembali ke aula untuk mengikuti sesi terakhir. Di benak Raly, masih terngiang kata-kata Kak Api. “Jika besok masih ada harapan, keinginan kami mohon diperjuangkan.” Ia bertekad untuk terus menulis, menyuarakan harapan dan perjuangan, memastikan bahwa setiap kata yang ia tulis membawa perubahan positif.
Malam itu, Bandung terasa lebih dingin, namun di hati Raly dan Kak Api, ada hangat yang menyala, sebuah tekad untuk tidak pernah menyerah, untuk terus berjuang melalui kata-kata. Mereka tahu, jika masih ada harapan, mereka akan terus berjuang, dan bersama-sama, mereka bisa membuat dunia ini menjadi tempat yang lebih baik.
bahan bacaan; https://www.kompasiana.com/ithaabimanyu/6693e9c9c925c47968274cd2/jika-masih-ada-harapan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H