Pada tanggal 1 Juli 2024, Rahayu merasakan hari yang penuh keceriaan dan kegembiraan. Setelah bertemu dengan Kepala SMP Taruna Bakti, perjalanannya berlanjut ke Museum Geologi di Bandung. Namun, kepadatan lalu lintas membuat bus tidak dapat mencapai pintu gerbang museum. Para peserta, termasuk Rahayu, harus berjalan kaki sejauh 700 meter untuk sampai ke sana.
Museum Geologi menawarkan berbagai pameran menarik tentang sejarah bumi dan kekayaan geologi Indonesia. Rahayu dan rombongan menikmati setiap momen di museum, belajar banyak hal baru yang memperkaya pengetahuan mereka.
Destinasi berikutnya adalah Masjid Raya Bandung, yang terletak di salah satu pusat keramaian kota, dekat dengan Alun-Alun Bandung. Setibanya di masjid, Rahayu kagum melihat tempat wudhu yang banyak dan toilet yang bersih. Ada juga beberapa kotak penitipan tanpa kunci yang bisa diserahkan kepada penjaganya.
Setelah menunaikan sholat, Rahayu melihat keramaian pedagang yang menjajakan berbagai cemilan dan jajanan di sekitar masjid, terutama selepas sholat Jumat. Masjid Raya Bandung bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga memiliki sejarah panjang sebagai salah satu masjid tua di kota ini. Dibangun pada tahun 1906 pada masa pemerintahan Hindia Belanda, masjid ini awalnya terbuat dari kayu dan atap yang terbuat dari sirap daun palem. Namun, seiring waktu, masjid ini direnovasi menjadi bangunan permanen.
Pada masa pendudukan Jepang, masjid ini sempat dijadikan gudang penyimpanan barang-barang. Setelah kemerdekaan, masjid kembali difungsikan sebagai tempat ibadah. Pada tahun 1980-an, masjid ini mengalami perluasan dan renovasi besar-besaran dengan dibangunnya menara, ruang sholat utama, dan kantor. Hingga kini, Masjid Raya Bandung tetap berdiri kokoh dan menjadi saksi sejarah panjang kota ini. Banyak kegiatan diadakan di halaman masjid yang strategis di tengah kota, menjadikannya tempat ibadah favorit warga Bandung.
Usai kunjungan ke Masjid Raya Bandung, para peserta kembali ke BBGP untuk check-out. Beberapa peserta, termasuk Rahayu, memilih memperpanjang masa tinggal mereka. Rahayu pun dapat beristirahat sejenak.
Pada pagi hari tanggal 2 Juli 2024, Rahayu bersiap-siap untuk melanjutkan petualangannya di Bandung. Sementara beberapa temannya bersiap untuk mengeksplorasi destinasi wisata lainnya, Rahayu sudah siap dengan packing barang-barangnya. Ia akan dijemput oleh Bu Euis Karwati, salah seorang pengurus PB PGRI.
Bu Euis Karwati, lahir di Bandung pada tanggal 28 Juni 1951, telah mengabdikan sebagian besar hidupnya untuk dunia pendidikan. Dengan latar belakang pendidikan hingga tingkat doktoral (S3), Euis memiliki fondasi akademis yang kuat untuk mendukung visinya dalam memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia. Sebagai seorang dosen, Euis tidak hanya mengajar tetapi juga aktif dalam berbagai kegiatan organisasi yang bertujuan meningkatkan kualitas pendidikan. Pengalaman dan wawasan yang diperolehnya selama bertahun-tahun mengajar telah memberinya pemahaman mendalam tentang tantangan dan peluang dalam sistem pendidikan nasional.
Rahayu dijemput di Gedung BBGP oleh Bu Euis yang mengemudi sendiri. Sepanjang perjalanan, Rahayu menyatakan kekagumannya terhadap Bu Euis. Dari BBGP, mereka menuju Taman Pramuka untuk makan siang di pusat jajanan Turangga, dan kemudian ke pusat oleh-oleh sebelum menuju rumah Bu Euis.
Sesampainya di rumah Bu Euis, Rahayu terkagum-kagum melihat berbagai pajangan yang memenuhi dinding dan beberapa ruangan, mulai dari ruang kerja, ruang tamu, ruang yayasan, ruang makan, bahkan kamar tidur. Lebih mengejutkan lagi, Rahayu menerima tiga potong pakaian sebagai hadiah dari Bu Euis. Bu Euis meminta Rahayu untuk beristirahat sebelum mereka makan sore menjelang pukul 5. Setelah itu, Rahayu diantar ke Stasiun Bandung untuk melanjutkan perjalanannya.
Hari-hari yang dihabiskan Rahayu di Bandung penuh dengan pengalaman berharga dan kenangan indah. Pertemuan dengan tokoh-tokoh inspiratif seperti Bu Ditta, Narasumber Workshop Menulis, Ibu Detty Nurwendah, Kepala SMP Taruna Bakti dan Bu Euis Karwati, pengurus PB PGRI, meninggalkan kesan mendalam.