Hari itu, langit sore menyelimuti Kota Bandar Lampung, dengan cahaya kemerahan yang lembut. Pak Garum seorang pria paruh baya, duduk di beranda rumahnya, meresapi kehangatan senja. Ponselnya tiba-tiba berbunyi, memecah kesunyian. Sebuah pesan dari Indah Hartati masuk, mendoakan agar semuanya selalu sehat. Pesan yang singkat namun sarat dengan doa tulus.
Beberapa menit kemudian, ponselnya bergetar lagi. Kali ini pesan dari Dr. Rijal Perdana yang mengungkapkan kebanggaannya terhadap pencapaian Pak Garum. Ia tersenyum membaca pesan itu, kenangan tentang pertemuan mereka di kampus beberapa waktu lalu melintas di benaknya. Ponsel kembali bergetar, pesan dari Willy AR yang penuh semangat dan dukungan. Pak Garum tertawa kecil, seolah bisa mendengar suara antusias Willy saat mengirim pesan itu. Pesan dari Mustamit tak lama kemudian menambah suasana hangat dalam grup percakapan mereka.
Di sore harinya, pesan dari Zul masuk. Ia mengenang momen-momen kebersamaan dengan Pak Adhar, saat rapat di Bandar Lampung, ketika sering makan bersama di rumahnya, dan bagaimana almarhum sudah seperti keluarga baginya. Mata Pak Garum mulai berkaca-kaca. Aroma masakan yang disiapkan istrinya di dapur menyadarkannya dari lamunan. Suara sendok dan piring yang saling beradu mengingatkannya pada suasana hangat di rumah Pak Adhar. Pak Garum merasa seolah kembali duduk di ruang tamu Pak Adhar, menikmati teh hangat dan obrolan penuh makna.
Sore itu, Pak Garum berjalan menuju rumah Pak Adhar. Sepanjang jalan, dia merasakan semilir angin yang seolah membawa pesan dari masa lalu. Sampai di depan rumah Pak Adhar, Kamad berhenti sejenak, memandang garasi yang dulu selalu penuh dengan tawa dan canda. Dia menutup matanya, membiarkan kenangan dan rasa rindu mengalir.
Pak Adhar, terima kasih untuk segala kebaikanmu. Semoga Allah memberikan tempat terbaik untukmu, bisik Pak Garum lirih. Angin sore seolah membawa bisikan doa Pak Garum, menembus batas waktu dan ruang, mengirimkan pesan cinta dan rindu kepada sahabat yang telah pergi.
Hari itu, Pak Garum pulang dengan hati yang lebih ringan. Meski kenangan tentang Pak Adhar selalu membuatnya merasa kehilangan, dia tahu bahwa sahabatnya akan selalu hidup dalam setiap kenangan indah yang pernah mereka bagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H