Pada sore yang cerah di Bandar Lampung,
Genduk selesai mengangkat jemuran di teras,
Mengusap keringat dengan punggung tangan,
Merasa lega, pekerjaan rumah akhirnya tuntas.
Suara notifikasi WhatsApp mengalihkan perhatian,
Pesan dari Wiwit di grup Keluarga Joyo Diharjo,
Wiwit akan operasi, di RS Urip sendirian,
Anak-anak kecil, Â suami menemani ibu mertua sakitÂ
Genduk gelisah, tahu pentingnya kehadiran,
Tanpa ragu, ia putuskan untuk pergi,
Bersiap-siap, mengambil tas kecil berisi keperluan,
Keluar rumah, hati penuh empati.
Di tepi jalan, Genduk pesan angkutan online,
Pikiran melayang, mengingat kondisi Wiwit,
Mereka bersama sejak kecil, bagai saudara kandung,
Angkutan tiba, Genduk masuk, RS Urip jadi tujuan.
Perjalanan terasa lama, jalanan ramai,
Genduk menatap keluar jendela, penuh harap,
Setibanya di RS Urip, turun dengan cepat,
Berjalan menuju pintu masuk, langkah penuh semangat.
Menyusuri koridor, mencari ruangan Wiwit,
Berhenti di meja informasi, memastikan arah,
Langkah lanjut menuju tempat Wiwit dirawat,
Di depan pintu, menarik napas dalam, mengetuk perlahan.
Di dalam ruangan, Wiwit terbaring lemah,
Namun tersenyum saat melihat Genduk masuk,
"Terima kasih sudah datang, Mbak," ucapnya penuh syukur,
Genduk meraih tangan Wiwit, menggenggam erat.
"Aku di sini, Wiwit. Kamu nggak sendiri,"
Suara penuh ketenangan dan keyakinan,
Kehadiran Genduk memberikan kekuatan,
Di tengah situasi penuh kekhawatiran.
Dengan Genduk di sisinya, Wiwit lebih tenang,
Mengetahui bahwa dalam cobaan ini,
Ada kerabat yang selalu hadir,
Memberikan dukungan, tanpa pamrih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H