Mohon tunggu...
Mr WinG
Mr WinG Mohon Tunggu... Freelancer - guru

bersepeda

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dewi, Rindu Tak Kunjung Padam

18 Juni 2024   08:38 Diperbarui: 18 Juni 2024   08:47 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di bawah langit biru yang membentang luas di atas kota Palangkaraya, ada seorang wanita bernama Dewi. Setiap hari, ia menghabiskan waktu di rumah kecilnya yang dikelilingi hutan Kalimantan yang hijau. Meski keindahan alam di sekitarnya mempesona, hati Dewi selalu diliputi rasa rindu yang tak kunjung padam.

Joko, sahabat sekaligus cinta masa lalunya, adalah sumber dari kerinduannya itu. Joko telah lama meninggalkan Palangkaraya untuk mengejar mimpi di kota besar. Sejak saat itu, Dewi merasakan kehampaan yang begitu dalam. Setiap sudut kota ini mengingatkannya pada Joko -- dari warung kopi tempat mereka biasa bercanda, hingga dermaga sungai di mana mereka sering menikmati matahari terbenam bersama.

Pada suatu siang yang terik, Dewi berdiri di depan cermin besar di kamarnya. Tatapannya kosong, seolah-olah mencari jawaban dari bayangannya sendiri. Ia menyadari bahwa dirinya masih terjebak dalam bayang-bayang masa lalu. Setiap kali ia mencoba melupakan Joko, kenangan manis itu kembali menghantuinya. Ia mengetuk-ngetukkan jemarinya di kepala, berharap ingatannya bisa menghapus semua kenangan tentang Joko, namun sia-sia.

Dalam keheningan siang itu, Dewi merenung. "Sampai kapan aku harus disiksa hanya untuk merindu?" tanyanya pada diri sendiri. Ia bukan tidak bisa berhenti mencintai Joko, tetapi ia belum siap menerima kenyataan bahwa Joko telah pergi dan mungkin tidak akan kembali.

Di tengah kebimbangannya, Dewi memutuskan untuk keluar dari rumah. Ia berjalan tanpa tujuan, membiarkan kakinya membawa ke mana pun mereka mau. Tanpa disadari, langkah-langkahnya membawanya ke dermaga sungai, tempat yang paling banyak menyimpan kenangan tentang Joko. Angin sepoi-sepoi meniup rambutnya, membawa aroma air sungai yang segar.

Dewi duduk di tepi dermaga, menatap air sungai yang tenang. Ia teringat kembali saat-saat bahagia bersama Joko. Namun kali ini, ia mencoba melihat kenangan itu dengan cara berbeda. Bukan sebagai sesuatu yang harus dilupakan, tetapi sebagai bagian dari hidupnya yang telah membentuk siapa dirinya sekarang.

"Mungkin aku tidak harus melupakanmu, Joko," bisiknya pada angin. "Mungkin aku hanya perlu belajar menerima bahwa masa lalu adalah bagian dari diriku. Dan meski kamu tidak lagi di sini, kenangan kita akan selalu menjadi bagian dari hatiku."

Dengan perasaan yang sedikit lebih lega, Dewi berdiri dan tersenyum. Ia tahu, jalan untuk melupakan Joko tidaklah mudah, tetapi ia telah menemukan cara untuk berdamai dengan masa lalunya. Dewi menyadari bahwa masa lalu tidak memberinya harapan untuk kembali bersama Joko, tetapi waktu juga tidak bisa disalahkan. Waktu hanya berjalan sesuai kodratnya, membawa setiap orang pada takdirnya masing-masing.

Di bawah langit Palangkaraya yang cerah, Dewi memulai langkah baru. Langkah untuk mencintai dirinya sendiri dan menerima masa lalu sebagai bagian dari perjalanan hidupnya. Dengan hati yang lebih tenang, ia siap untuk menjalani hari-hari berikutnya, meski tanpa kehadiran Joko di sisinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun