Mohon tunggu...
Mr WinG
Mr WinG Mohon Tunggu... Freelancer - guru

bersepeda

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Selamat Datang di Telaga Keabadian

3 Juni 2024   06:25 Diperbarui: 3 Juni 2024   16:29 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di sebuah desa kecil yang terhampar di antara perbukitan hijau, terdapat sebuah pemakaman yang menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi para penduduk setempat. Hari ini, di bawah langit yang mendung namun damai, kisah bahagia yang tak terduga sedang terjadi di antara barisan batu nisan yang berjejer rapi.

Seorang pemuda dengan langkah ringan dan hati yang penuh ketenangan berjalan menuju kuburan yang paling dikenal dalam kawasan tersebut. Langkahnya terhenti di depan sebuah makam yang sudah lama menjadi tempat bersinggah bagi kenangan-kenangan indah. Di atasnya terdapat nama yang terpahat jelas: "Ayah".

Pemuda itu duduk di samping kuburan, menatap dengan penuh penghormatan dan cinta kepada sosok yang telah meninggalkan dunia ini. Dia membawa sebuah buket bunga segar, bukti bahwa meskipun sang tokoh telah berpulang, kenangannya tetap hidup dan terus dihormati.

Tidak lama kemudian, gerimis mulai turun perlahan, menyirami tanah yang subur di sekitar pemakaman. Namun, bukan hujan yang mengusik kedamaian, melainkan kehangatan yang menyelimuti hati si pemuda. Baginya, hujan adalah tanda bahwa alam juga turut berduka atas kehilangan yang dirasakan.

Di tengah gemuruh hujan, terdengar suara langkah yang pelan namun pasti mendekat. Pemuda itu menoleh ke arah suara itu, dan dia tersenyum ketika melihat seorang wanita tua dengan langkah gemulai menghampirinya. Wanita itu tersenyum lembut kepadanya, dan tanpa berkata apa pun, dia duduk di samping pemuda itu.

Mereka duduk di bawah hujan, tidak menghiraukan basahnya pakaian mereka. Mereka hanya duduk, merenungkan kenangan yang telah mereka bagi dengan sosok yang kini beristirahat di hadapan mereka.

Ketika hujan reda, pemuda itu mengangkat wajahnya ke langit, membiarkan tetes-tetes air hujan menyapu wajahnya. Dia merasa sebuah kehangatan yang tak terucapkan merayapi hatinya. Tanpa kata-kata, dia tahu bahwa sosok yang dicintainya, yang kini berada di telaga keabadian, selalu bersamanya, mengawalinya dalam setiap langkah hidup yang dijalani.

Di dalam hatinya, dia mengucapkan terima kasih kepada Ayahnya atas segala pelajaran dan kasih sayang yang telah diberikan. Dan meskipun sosok itu kini hanya menjadi kenangan, kenangan itu tetap hidup dalam setiap detak jantungnya.

Kemudian, dengan hati yang lega dan penuh ketenangan, pemuda itu berdiri. Dia menatap kuburan yang dihiasi oleh bunga-bunga segar, lalu mengucapkan sebuah doa yang penuh dengan cinta dan rindu.

Hari ini, di antara gemuruh hujan dan gemetar angin, di tengah-tengah kuburan yang sunyi, pemuda itu menemukan kedamaian. Kedamaian yang membawa kabar bahagia bahwa di telaga keabadian, sosok yang dicintainya telah menemukan ketenangan yang abadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun