Lorong rumah sakit terlihat sepi jam menunjukan pukul 7.25. Tampak terdengar bunyi roda – roda kereta sedang mengangkut pasien – pasien agar mendapatkan perawatan yang lebih. Beberapa kali lewat kursi roda dihadapan Niji dengan anak kecil yang menduduki kursi roda tersebut.
“Tuan Obata..” terdengar suara perawat memecahkan keheningan disekitar lorong.
“Saya..”
Terlihat sebuah papan penunjuk nama dokter itu, Dr. Araide spesialis kanker.
“Seharusnya berapa bulan yang lalu kamu kembali untuk memeriksa keadaan mu Tuan Obata,”
“Maaf, Dok. Saya sangat sibuk dengan pekerjaan itu. Dan saya baru bisa pulang beberapa hari ini.”
“Anda tahu, penyakit anda sangat serius. Tumor ganas yang menyerang Anda bukanlah penyakit yang main – main. Setiap hari tumor itu akan tumbuh, Anda pasti tahu kan ?”
“Saya tahu Dok, masih ada harapan saya untuk masih hidup ?”
“Ada, walaupun sangat kecil. Bagaimanapun juga Anda harus memberi tahu gadis tersebut tentang penyakit Anda,”
“Jangan Dok. Suatu saat aku akan memberi tahu Libby tentang penyakit aku, untuk sekarang ijinkan aku membahagiakannya sebelum aku pergi meninggalkannya untuk selama – lamanya,”
“Baiklah, kalau itu keinginan Anda. Untuk menahan rasa sakitnya saya memberikan Anda obat ini.”
“Terima kasih, Dok. Saya pergi dulu.”
Keluarlah laki – laki tersebut dari ruangan itu. Didalam mobil ditatapnya obat yang diberikan dokter tadi padanya.
Tuhan, kenapa harus aku..
Bukan hanya penyakit itu yang akan menggerogoti hidupnya, berpisah dengan gadis yang sangat Ia sayangi adalah sebuah penyesalan dalam hidupnya.
Apa yang harus aku lakukan ? Aku harus bisa mengalahkan penyakit ini..
Tiba – tiba terdengar suara handphone yang berbunyi..
“Halo.. Baiklah aku akan menjemput mu dibandara”
***
Terlihat dari kejauhan seorang laki – laki yang sedang menunggu seseorang, nampak disekelilingnya orang – orang yang lalu lalang mulai sepi.
“AAAAAA.. Kawan kau akhirnya datang, mau kering aku menunggu mu kawan.” Dengan aksen batak yang kental.
“Maaf jalanan macet sedikit tadi, kau pulang dari jepang bukannya putih malah tambah hitam haha”
“Kau jangan menghina, begini – begini kawan kau ini dapat menaklukan gadis jepang. Haha”
“Baiklah aku malas mendengar kau ribut, ayo kita cari makan.”
“Baiklah kawan.”
Pergilah mereka menuju suatu restauran yang letaknya tidak terlalu jauh dari bandara. Sebelum menuju restaurant mereka mampir kesebuah penginapan untuk memesan kamar untuk Akira yang baru saja tiba hari itu. Akibat apartement Niji yang kecil membuat laki – laki keturunan jepang – batak tersebut memutuskan untuk tidur disalah satu penginapan terdekat.
Langit malam yang bertabur bintang membuat suasana malam nampak lebih cerah dibandingkan malam – malam biasanya. Malam ini adalah malam terindah yang pernah Niji lihat, bukan cuman malam yang hanya bertabur bintang tapi senyum gadis tersebut yang membuat hari – hari terakhir Niji merasa sangat berharga dibandingkan hari – hari biasanya yang berhubungan dengan masalah pekerjaan yang harus cepat diselesaikan.
“Woy, ngelamun lagi kau. Bagaimana pekerjaan kau ?” tiba – tiba saja Akira menegur sahabatnya yang sedang melamun melihat bintang itu.
“Pekerjaan bagus, walaupun waktu itu ada kesalahan kecil tapi semuanya dapat diatasi secepatnya”
“Haha, hebat kali kau. Lalu.. Penyakitmu ?”
“Kata dokter tumor itu semakin lama semakin cepat penyebarannya dalam tubuhku mungkin 1 bulan lagi aku udah tak ada lagi, harapannya kecil kawan untuk sebuh” terlihat senyum kecil dibibir Niji.
“Hei, kawan jangan pesimis gitu kau kawan. Aku yakin kau sembuh kawan, apakah gadis yang kau bicarakan itu tahu tentang penyakit kau kawan ?”
“Hmm, suatu saat dia pasti tahu kawan” senyuman kecil yang dapat keluar dari wajah Niji yang tampak pucat itu.
Entah berapa lama lagi, entah berapa banyak waktu yang harus Ia butuhkan agar dapat bersama gadis itu. Niji hanya berharap suatu saat gadis tersebut bahagia kelak kalau Ia sudah tidak ada lagi. Hari semakin larut, orang yang lalu lalang pun semakin lama – semakin sedikit. Niji dan Akira memutuskan untuk pulang. Setelah Niji mengantarkan Akira pulang, ditengah perjalanan Niji merasakan sakit yang sangat luar biasa dari tubuhnya. Dengan segera Ia menghentikan mobil tersebut dan segera Ia mengambil obat yang diberikan dokter padanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H