Adalah tidak terbendung lagi keinginan rakyat untuk Jokowi dan Jusuf Kalla memimpin Indonesia. Adalah bukan suatu keharusan seorang pemimpin adalah singa yang ditakuti oleh segalanya.
"Wahai Abu Bakar, siapakah sebenarnya menjadi Amirul Mukminin! Kamu mengizinkan tapi sebaliknya wakilmu menolaknya!" Lalu kata Abu Bakr, "Umar berkehendak atas apa yang menjadi keputusannya, karena jika dia berkehendak, maka dialah yang pantas untuk menjadi Amirul Mukminin kalian" Betapa terkejutnya kedua orang ini mendengar perkataan Abu Bakar. Maka merekapun pergi meninggalkan Abu Bakar dan tidak pernah kembali lagi untuk meminta zakat kemualafannya.
Saudaraku apakah hikmah dari kisah kedua orang besar yang pernah hidup di zaman keNabian ini jika dibandingkan dengan calon Presiden kita Jokowi dan JK (Insyaallah)?
Berkhitbah kepada Abu Bakr, sebenarnya beliau tahu bahwa kedua orang tersebut tidaklah lagi pantas untuk mendapat zakat. Namun sebagai pemimpin beliau mencoba untuk berpihak kepada seluruh rakyatnya, bukan berarti dia penakut, lemah, dan tidak tegas dalam mengambil keputusan, namun bersikap teduh dan lembut dalam rangka membina umat. Berbeda halnya dengan Umar bin Khatab, penolakannya bukan berarti menunjukkan sikap ketidaktaatannya kepada Abu Bakar, namun sebagai penasihat dan wakil dia mawas diri untuk  menegakkan kebenaran atas kekhilafan/kesalahan rekannya, bersikap lebih tegas dan keras karena di dalam hatinya dia mengetahui bahwa jika Abu Bakr yang melakukan hal tersebut maka umat akan lari. Tidak bertendensi apapun, maka mencari aman adalah bukan sifatnya. Lalu kenapa Abu Bakr tidak marah ketika dua orang tadi melaporkan ketidaktaatan Umar terhadapnya? Karena dia adalah pemimpin yang bijaksana, dia tahu hanya Umar yang bisa melakukan kebenaran tanpa tertutupi perasaan, dia membutuhkan orang seperti Umar yang bisa membantunya dalam mengambil keputusan dari berbagai macam kelompok kepentingan yang berbeda. Dia mawas diri, seandainya Umar mau maka Umar-lah yang lebih pantas untuk menjadi Amirul Mukminin.