Mohon tunggu...
Muhammad A Prawira
Muhammad A Prawira Mohon Tunggu... Editor - Editor/Digital Marketing/Politeknik Karya Husada

Mahasiswa Politeknik Karya Husada Sarjana Terapan Manajemen Informasi Kesehatan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tragedi Kanjuruhan dan HAM

24 Januari 2023   12:26 Diperbarui: 24 Januari 2023   12:39 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Secara normatif, definisi HAM di Indonesia dapat Anda temukan dalam Pasal 1 angka 1 UU HAM yang berbunyi:

Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

Dari pasal tersebut, dapat diartikan bahwa HAM adalah hak dasar manusia, merupakan karunia Tuhan Yang Maha Kuasa, merupakan hak natural, dan oleh karena itu HAM tidak dapat dicabut oleh manusia lain sesama mahluk hidup.

Dalam tragedi kasus di Stadion Kanjuruhan Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani menduga ada unsur pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang berat dalam Tragedi Kanjuruhan, Malang. Dalam kejadian itu Polisi melakukan semprotan gas air mata yang mengarah ke kerumunan penonton. Dalam hal ini bukan untuk mengamankan penonton, melainkan melukai. 

Pada tanggal 23 November 2000 di tetapkan Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia sebagai pengganti Perpu No. 1 Tahun 1999. Pengadilan Hak Asasi Manusia bertugas menyelesaikan perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat dalam hal ini adalah kejahatan genosida yaitu penghancuran atau pemusnahan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama dengan melakukan perbuatan membunuh anggota kelompok. Mengakibatkan penderitaan fisik dan mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok. Menciptakan kondisi kehidupan yang bertujuan mengakibatkan kelompok tersebut musnah. Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mengenai kelahiran dalam kelompok tersebut. Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain. 

Dalam Tragedi Kanjuruhan bermula saat polisi menembakkan gas air mata kepada para penonton sepak bola. Polisi mengeklaim gas air mata itu ditembakkan karena para pendukung Arema kecewa dengan kekalahan timnya. Gas air mata itu ditembakkan tidak hanya kepada para suporter di lapangan, tetapi penembakan juga diarahkan ke penonton di tribun sehingga membuat massa panik. Penonton pun berlarian dan berdesak-desakan menuju pintu keluar.

"Karena gas air mata itu, mereka pergi keluar ke satu titik, di pintu keluar. Kemudian terjadi penumpukan dan dalam proses penumpukan itu terjadi sesak napas, kekurangan oksigen,

Menurut Ketua Badan Pengurus Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani menilai bahwa terdapat potensi Tragedi Stadion Kanjuruhan, Malang, memenuhi unsur pelanggaran HAM berat. Setidaknya, dalam tragedi yang terjadi pada Sabtu (1/10/2022), ada upaya sistematis dari aparat bersenjata yang berujung pada jatuhnya korban secara masif.

"Ada upaya sistematis dari insiden, diserangnya suporter sampai ratusan meninggal,"

Upaya sistematis untuk membungkam para saksi Tragedi Kanjuruhan terjadi. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Malang, dalam kesempatan yang sama, mengakui bahwa para korban selamat Tragedi Kanjuruhan kini sangat rentan atas teror dan intimidasi. Unsur pelanggaran HAM berat dianggap semakin nyata apabila tindakan represif aparat bersenjata di Stadion tersebut atas komando atasan. Untuk mengetahui lebih lanjut perlu adanya identifikasi apakah ada komando sehingga memenuhi unsur pelanggaran HAM berat. Konteks pelanggaran HAM kuat sekali, sehingga perlu diusut tuntas agar kejadian seperti ini tidak terjadi lagi. Menurut Julius menilai tembakan gas air mata yang dilontarkan aparat memenuhi unsur kesengajaan, sehingga patut diselidiki apakah terdapat komando di baliknya. Penggunaan kekuatan yang berlebihan itu membuat para suporter tunggang-langgang mencari selamat, sehingga menimbulkan overkapasitas di pintu-pintu keluar yang tak semuanya terbuka dalam keadaan sesak napas dan berdesakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun