Mohon tunggu...
Si Mpep
Si Mpep Mohon Tunggu... Guru - Kompasiana

Tiada hal yang lebih indah dalam hidupku, kecuali bila aku melihat orang-orang terdekatku tersenyum...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku... (pemalu)

25 November 2011   03:03 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:14 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Lantunan lagu rohani islami yang mengalun dalam radio hp-ku mengawali penulisan cerita ini. Di malam bulan purnama, di kala Aku menunggu gerhana bulan yang akan terjadi dinihari nanti. Ya, Sendiri Aku dimalam itu, di teras depan rumah Aku duduk tanpa seorangpun yang menemani. Sebenarnya Aku ingin keluar, main bersama teman-teman, tapi kuurungkan saja niatku, rasanya malam sudah semakin larut.

Sore harinya hatiku begitu ceria. Karena, baru saja Aku mengirim pesan yang berisi mutiara cinta pada wanita yang kucinta walau tak ada balasan darinya. Namun, tiba-tiba Aku punya rencana yang menurutku aneh bila dicerna. Ah, Aku memang terlalu ember, tak seharusnya Aku bercerita mengenai sosok wanita yang sedang Aku dekati saat ini. Tapi, Aku takut bila rasa ini aku pendam akan membusuk dalam hati. Huh, sungguh malang hatiku untuk tidak mendapatkan cintanya.

Awal yang indah, mungkin sudah aku lewati bersamanya. Waktu itu terjadi pada hari selasa, sehabis pulang kuliah Aku biasanya mengantarkan temanku ke rumahnya, karena hampir setiap kuliah Dia selalu bersamaku, maklum jalan yang kami lewati satu arah hehe...! Siang itu, tak biasanya Aku malah main dirumahnya, tiduran dirumah Dia. Tak menyangka pula ada keberanian untuk Aku mengirim pesan ajakan menjemput seorang wanita pulang ke kost-nya. Aku sungguh berani pada hari itu. Kukirim pesan padanya melalui layar Nokia.

" Udah pulang belum?" dengan tangan yang gemetaran Aku kirim pesan kepadanya.

Beberapa saat kemudian hp-ku berbunyi. Aku ambil hp dari sakuku, lalu kubaca pesan yang baru saja masuk.

" Belum rif, Aku masih dikampus lagi ngerjain tugas diperpus"

Subhanalloh, tak kusangka Dia membalas pesanku. Aku agak sedikit ke-GR-an, yach! Mungkin ini adalah pengalaman pertamaku dalam hal mendekati seorang wanita. Tapi, Aku semakin berani setelah itu, lalu Aku mengajaknya untuk pulang bareng. Ternyata, eh ternyata, Dia tidak menolaknya. Begitu indah mengingat waktu dekat dengan Dia, wanita anggun penuh kharisma, wanita lembut yang kukenal hanya dalam hitungan hari saja.

Malam ini Aku sangat bersedih, tadinya Aku hanya ingin tahu tentang perasaannya padaku. Aku menyuruh temanku untuk menyinggung namaku didekatnya, Aku menyuruh temanku untuk mengirim pesan kepadanya. Tapi, apa yang terjadi tak ingin Aku mendengarnya. Temanku bilang Dia sudah menjalin hubungan dengan yang lain, tentunya bukan denganku, lelaki yang selalu merindukannya, merindukan tatapan matanya, merindukan senyum yang selalu menghiasi paras cantiknya.

Ya alloh, dosakah Aku bila terus merindukannya? Pantaskah Aku untuk menaruh perhatian padanya, sedang Dia sudah menjalin hubungan dengan yang lain? Ampuni Aku bila melanggarnya, Aku benar-benar tak ingin kehilangan Dia. Tapi, bila itu harus terjadi, maka Aku rela melepasnya untuk lelaki yang lebih baik. Lelaki yang bisa menjaganya, membimbingnya, dan memberi kebahagiaan untuknya. Aku rela walaupun sakit yang 'kan kurasa. Akan tetapi, Terkadang Aku berfikir, mengapa Aku begitu lemah saat didekatnya. Mengapa tak ada kekuatan untuk Aku lebih dekat lagi dengan Dia. Bila memang Aku mencintainya, mengapa Aku tak mengejarnya. Bila Aku sayang padanya, mengapa sulit untuk membuktikannya. Sungguh, Aku tak mengerti jalan fikiranku sendiri. Aku tak mengerti dengan apa yang ada dalam fikiran dan keinginan yang ada dihati. Inikah cinta, sesuatu yang selalu dipuja-puja banyak remaja. Inikah sayang, sesuatu yang selalu hadir dalam setiap khayalan, sesuatu yang indah namun begitu menyesakkan.

Aku baru menyadari akan kekuatan mencintai. Kekuatan? Ya, bagiku mencintai adalah sebuah kekuatan. Karena, dengan mencintai seseorang mampu memahami dirinya, tahu akan perasaannya dan mengerti dengan keadaan disekitarnya. Seperti puisi yang pernah kukirimkan padanya beberapa waktu yang lalu, Aku berharap puisi ini tidak akan hilang dari ingatannya, puisi sederhana namun syarat akan makna.

Mencintaimu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun