Mohon tunggu...
Michael Paskalis
Michael Paskalis Mohon Tunggu... -

SMP Marsudirini bekasi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tak Ada Lagi Sisa

6 September 2012   06:56 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:51 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tak Ada Lagi Sisa

Langkah kecilnya terseok-seok dijalan,mengangkat debu yang terseret melayang diudara,hilang terbawa angin musim kemarau. Teriknya matahari tidak hanya membakar sawah dan ladang sepanjang jalan yang dilalui Karsih,tapi juga membakar seluruh tubuhnya.Mengobarkan api kemarahan di kedua bola matanya .Umurnya belum sampai 10 tahun,tapi ia sudah menanggung hidup yang sangat berat.Tak ingin menghabiskan energinya yang tersisa,Karsih dan orang-orang yang berjalan dengan tujuan dan harapan yang sama ,terdiam………..mulutnya tertutup rapat.

Dengan mengendong sebuah tempayan kosong dan sebuah ember plastik di tangan kanan,ia terus menyusuri jalan setapak tanpa memperdulikan rasa lapar.Tangan kirinya memukul perutnya berkali-kali,ia merasa kesal karena perutnya tidak bisa di ajak kompromi.Padahal sawah didesanya tidak lagi menghasilkan bulir-bulir padi,sungaipun tak lagi menyisakan air walau ia merasa dahaga.

Andai saja orang-orang serakah tidak menebang pohon dihutan tidak jauh dari rumahnya,ia tidak akan menanggung nestapa yang tak berkesudahan.Mereka tidak bisa melihat burung dan jangkrik,yang dilihatnya hanya pohon bukan hutan.Sekarang saat pagi menjelang tidak ada lagi kokok ayam hutan yang mengawali hari sebelum berangkat ke kebun atau jeritan monyet disiang hari apalagi cerita tentang burung hantu dimalam hari.Melodi yang dihasilkan daun saat bergesekan ditiup angin hanya tinggal kenangan.Orang serakah itu telah mengambil semua kemurahan alam bagian dari hidupnya.

Katanya pohon-pohon itu menghasilkan rupiah yang tak terhitung olehnya yang hanya mengecap pendidikan sampai kelas dua sekolah dasar.Katanya pohon  itu akan dijadikan tempat duduk yang empuk saat diduduki,tempat tidur yang nyaman saat pemiliknya merebahkan tubuh diatasnya,sebuah lemari tempat menyimpan harta tak ternilai.Karsih tidak peduli,ia tidak peduli dengan semua cerita itu.Ia tidak ingin semua barang-barang itu,meski ia hanya duduk di aas bale bambu atau tidur beralas tikar.yang ia tahu hutan tak ternilai harganya untuk dirinya atau orang-orang yang tinggal disekitarnya..Di dalam hutan setiap orang didesanya bisa menemukan apa yang dicari dan mendapat bagian dari kehidupan alam.

Sejauh 10 kilometer Karsih dan orang-orang yang bernasib sama harus meretas jalan yang tandus dan terjal.Meski peluh membasahi pakaian lusuh yang dikenakannya,karsih tetap bersemangat berjalan selangkah demi selakngkah demi sebuah sumber kehidupan.Api kemarahan yang tersirat didalam bola matanya tiba-tiba padam saat melihat beningnya air didalam gua dibalik bukit yang gundul.Satu-satunya mata air yang masih menyisakan kehidupan di dalamnya.

Dengan hati yang tulus ,Karsih berdoa dan berharap,agar tak ada lagi yang akan merenggut satu-satunya sumber kehidupan yang masih tersisa didesanya.Ia takut jika orang serakah melihat beningnya air,akan memasukkannya ke dalam botol kemasan seperti yang di bawa Parti sepulang dari kota.Matanya kembali menyiratkan kegalauan.

“Sih, kamu tidak mau pulang?”Tiba-tiba Tinah teman baiknya mengingatkan

“Aku takut, tempat ini esok sudah tidak ada lagi”

“Kamu ini gimana ,gua ini tidak b isa dipotong lalu dibawa seperti batang pohon.Sudahlah ayo kita pulang,orang-orang sudah duluan pulang,kasihan nanti nenekmu cemas menunnggu!”

Tinah benar,kasihan nenek.Sejak kedua orang tua dan adiknya meninngal terkena lonsor tiga tahunlalu hanya neneknaya satu-satunya keluarga yang masih tersisa.Langit begitu gelap ketika karsih dan sahabatnya Tinah keluar dari gua.Ia sangat terkejut kenapa cuaca begitu cepat berubah,meski hujan ditunggu banyak orang.Tak bisa dipungkiri di mata Karsih masih tersimpan kenagan pahit yang mungkin dilupakan seumur hidupnya.Karsih dan Tinah mempercepat langkahnya,keduanya saling betatapan menyiratkan kekhawatiran yang sangat dalam.Keduanya terus berjalan tanpa berkata-kata,sementara langit semakin gelap dan terlihat semakin tidak ramah.Titik air hujan mulai membasahi tanah yang berdebu.

Tak lama kemudian ,gemuruh suara halilintar bersahutan disusul  dengan kilat yang menyambar.Hujan turun begitu derasnya ,seperti air yang ditumpahkan dari langit.karsih dn orang-orang yang bersamanya meras ketakutan.Tapi mereka tidak bisa menghentikan langkahnya,karena tidak ada tempat untuk berlindung.Untuk kembali ke gua juga tidak  mungkin karena mereka sudah menempuh separuh jalan.

Tubuh kKarsih mengigil ,giginya gemeretuk menahan dingin dan rasa takut yang menyatu dalam dirinya.Tiba-tiba terdengar suara gemuruh yang sangat dasyat sampai menggoncangkan tempatnya berpijak.Sontak mereka menghentikan langkah dan saling menatap.Meeka tersadar ketika suara kentongan bertalu-talu,samara-samar terdengar dari arah desa tempat tinggalnya.

Karsih meletakkan tempayan dan ember di tanah,ia merasa itu sangat mengganggu langkahnaya.Ia berlari  dan berlari,ia teringa neneknya,bayangan buruk yang menimpa keluargganaya kembali menghantui pikirannya.

“Longsor……..longsor……….longsor!”terdengar sura orang-orang dari desa sambil berhambiran menyelamatkan diri ketempat yang aman.Karsih menghentikan lankahnya,kakinya seakan tak bisa digerakkan,ketika ia melihat dari atas bukit tempatnya berdiri,rumahnya sudah tak terlihat lagi rata tertimbun tanah dan bebatuan yang runtuh dari tebing persis dibelakang rumahnya.Matanya berkunang.-kunang ,tubuh kecilnya limbung….samar-smar suara orang-orang disekitarnya tidak lagi terdengar,tapi mulutnya terus berkata-kata “Tak ada lagi sisa……….tak ada lagi sisa”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun