"Steve Jobs dan Mark Zuckerberg aja dropped out dari kampusnya dan tetap sukses, tuh. Jadi, kuliah itu ga penting."
Sering mendengar kalimat di atas?Â
Pemahaman seperti di atas bisa dikategorikan sebagai survivorship bias. Bias ini adalah kesalahan logika yang umum terjadi di masyarakat. Survivorship bias terjadi ketika kita menganggap bahwa kisah sukses sebagai keseluruhan dari sebuah cerita dengan mengabaikan contoh-contoh kegagalan pada kasus lainnya. Padahal, kesuksesan yang kita lihat bisajadi hanya satu berbanding ribuan atau bahkan jutaan kegagalan.Â
Kasus Steve Jobs dan Mark Zuckerberg adalah salah satu hal yang paling sering dijadikan referensi kesuksesan. Ketika kita hanya fokus pada 'apa' atau 'siapa' yang sukses, maka kita akan cenderung gagal dalam memahami perhitungan dasar mengenai rata-rata kesuksesan tersebut terjadi. Kita akan gagal memahami bagaimana proses keberhasilan tersebut sebenarnya terjadi. Akibatnya, kita jadi bias dalam menilai potensi dan kelemahan diri sendiri.
Banyak orang yang termakan dengan survivorship bias karena pada dasarnya manusia memang menyukai cerita-cerita tentang kesuksesan. Secara alamiah, kita suka mendengar kisah ketika seseorang berhasil menembus suatu sistem yang sulit, membuat segala yang mustahil terlihat menjadi mungkin.Â
Padahal, yang sebenarnya terjadi ketika kita terpengaruh bias ini adalah mengabaikan faktor lain yang menunjang keberhasilan seseorang. Faktor-faktor tersebut bisa berupa uang, koneksi, kecerdasan, lingkungan yang mendukung, serta akses terhadap pendidikan dan informasi yang mumpuni.Â
Sebenarnya sah saja menganggap kisah sukses seseorang sebagai suatu motivasi bagi hidup. Namun, hal ini harus dibarengi dengan kemampuan diri kita dalam menilai potensi dan kelemahan di dalam diri sendiri. Sehingga kita dapat lebih jelas dalam menilai peluang keberhasilan yang menjadi tujuan kita.Â
Jika kita tidak ada tujuan yang jelas dalam hidup, malas berbisnis, bekerja atau belajar hal baru, kemudian memutuskan untuk keluar dari kuliah atau sekolah karena menganggap kisah dua tokoh di atas sebagai inspirasi, maka itu sama saja dengan menggali lubang kegagalan sendiri. Dalam menjalani pendidikanpun juga demikian, galilah potensi diri semaksimal mungkin dan kenali diri dengan baik, sehingga kita dapat menilai peluang yang ada di depan mata dengan lebih jelas.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H