Sering kali saya bertemu teman yang berusaha meyakinkan saya bahwa membayar sewa untuk rumah tinggal adalah hal bodoh. Daripada sewa mending ambil KPR. Buat apa menghabiskan uang untuk sesuatu yang bisa kamu beli lalu akhirnya bisa kamu miliki, bisa diwariskan, walau itu dalam 15-20 tahun kemudian? Sewa rumah sama aja bakar uang! Kamu bayarin KPR pemilik rumah! Gitu debat mereka.
Memang rumah bisa menjadi sangat emosional, sering dijadikan lambang status. Memiliki rumah berarti menyandang nilai kemapanan. Apa kata orang? Dilihat sebelah mata sama mertua gara-gara rumah aja masih ngontrak
Dan sering kali saya jawab: beli rumah untuk tempat tinggal bisa jadi lebih pintar dijaman orang tua kita, tapi dijaman now?
Sewa rumah tidak menyia-nyiakan uangmu, kamu dapat sesuatu dari uang sewa yaitu atap untuk tempat tinggal. Sama seperti saat kamu ingin pergi ke suatu tempat naik Gojek atau Grab, kamu tidak beli mobilnya kan? Atau supirnya, apalagi beli perusahaannya. Yang kamu perlukan hanya alat dan layanan untuk membawa kamu dari titik A ke titik B. Sama seperti rumah, pada dasarnya kamu hanya perlu tempat untuk tinggal dan membelinya hanya alternatif yang lebih buruk daripada sewa.
Nih lihat hitung2annya :
Beli rumah, Rp. 500juta, cicilan 6 juta perbulan selama 15 tahun (cicilan tetap, makanya mahal)
- Kamu akan memiliki rumah 15 tahun kemudian.
- Mungkin rumah kamu akan terapresiasi, let's say 5% pertahun, sehingga pada tahun ke 15 akan bernilai sekitar Rp.1,04 milyar. Harga rumah tak selalu naik ya. Masih ingat krismon 98?
- Kemungkinan besar rumah kamu jauh dari tempat kerja. Tambah ongkos lagi. Belum lagi waktu terbuang dan resiko perjalanan tiap harinya.
- Bila beruntung, kamu bakalan punya tetangga dan lingkungan yang baik. Bila tidak, ya nikmati saja karena pindah pasti berbiaya mahal.
- Biaya pemeliharaan yang besar sekali, pajak, biaya dokumen legalitas dan asuransi rumah. Coba hitung, tak sedikit itu.
- Biaya dekorasi rumah? Hmmm..ini bis tak terbatas.
- Belum lagi cerita kalo suatu saat kamu tak mampu bayar cicilan, tahu akibatnya kan?
Bandingkan dengan sewa rumah Rp. 2,5 jt per bulan
- Kamu memang tak miliki rumah, tapi bila selisih 3,5 jt per bulan kamu investasikan selama 15 tahun, contoh: ke dalam index fund IHSG. Pada tahun ke 15, dengan imbal hasil rata-rata 12% setahun (data return rata2 IHSG selama 37 tahun sejak 1983 s/d 2020), uang kamu menjadi Rp. 1,75 milyar. Lumayan ya selisihnya.
- Ini belum diperhitungkan kalo kamu pintar berbisnis, wuiih bisa lebih besar lagi return nya! Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Dan tidak ada cerita semua kelemahan beli rumah:
- Jauh dari tempat kerja, dengan uang 30jt setahun kamu bisa leluasa pilih rumah lebih dekat dengan tempat aktivitas. minim ongkos, tak habis waktu dijalan.
- Bisa pilih lingkungan. Bisa pilih rumah yang fully furnished. Kamu tak suka bertetangga, pilih sewa rumah komplek yang individualis atau apartemen bisa jadi alternatif. Jika ternyata lingkungan bikin sepet, ya pindah!
- Lupakan biaya pemeliharaan rumah yang bikin bokek, karena itu tanggungjawab pemilik rumah, ada kerusakan kamu tinggal teriak aja.
- Tidak pula ada beban legalitas, pajak dan asuransi rumah, semua ditanggung pemilik.
- Sedang tak bisa bayar sewa? Pindah sementara kerumah yang lebih kecil, Tarik napas untuk meroket lagi.
Jadi baik beli atau sewa rumah? Lihat kebutuhan kamu dan tingkat kedisiplinan pribadi. Bila kamu tak percaya pada diri sendiri  untuk konsisten berinvestasi selama 15 tahun, baiknya beli saja rumah, sebab rumah adalah asset yang ga gampang diganggu karena tidak likuid, tidak semudah menarik uang investasi, tidak mudah untuk menjual rumah.
Kamu suka kepastian dan keteraturan? Beli rumah.
Suka tantangan dan pengalaman hidup yang bisa buat cerita sama anak cucu nantinya? Coba pertimbangkan alternatif satunya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H