Mohon tunggu...
Azimuddin
Azimuddin Mohon Tunggu... Buruh - Karyawan swasta

Menulis untuk berbagi dan meninggalkan jejak

Selanjutnya

Tutup

Hukum

C O D, Cash Or Duel...eh, Cash On Delivery

14 Juni 2021   23:10 Diperbarui: 14 Juni 2021   23:14 728
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kalimat Cash or Duel saya contek dari komentar warganet pada content instagram yang membahas video yang lagi trend. Video penuh dengan kata Go**blok itu lho, pernah lihat kan? Dimana seorang pembeli marah-marah kepada kurir yang mengantar barang yang dibeli dengan system COD atau Cash On Delivery dan tidak mau membayarnya, karena, menurut pembeli, barang yang dibeli tidak sesuai.

Konten IG tersebut berargumen bahwa kesepakatan jual beli telah terjadi saat pembeli klik tombol tertentu yang menyatakan persetujuannya membeli suatu barang dari penjual.

Penjual telah melakukan prestasinya menyerahkan barang melalui kurir dan pembeli akan disebut wanprestasi kalau tidak membayar barang yang telah diserahkan. Menurut dia, pembeli harus tetap bayar, lain soal kalo mau complain, silahkan pake prosedur complain yang tersedia.

Perlu diketahui bahwa secara hukum jual beli memang terjadi ketika ada kata sepakat, namun diperlukan tindakan selanjutnya yaitu levering atau penyerahan agar hak milik beralih dari penjual ke pembeli. Video G*OBL**K itu dibuat saat penyerahan berlangsung.

Tapi kalo  barang yang dikirim ternyata tidak sesuai pesanan, masak pembeli tetap harus bayar, dan complain sesuai prosedur? Gile kali ya, kita yang dirugikan, kita yang repot.

Ga sependapat ah saya. Coba lihat pasal 1320 KHUPerdata tentang syarat sah perjanjian, termasuk jual beli online ini. Disebutkan bahwa ada 4 syarat sah suatu perjanjian, yaitu:

  • Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
  • Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
  • Suatu hal tertentu
  • Suatu sebab yang halal

Dua (2) syarat pertama adalah syarat subjektif, yang bila tidak dipenuhi maka perjanjian DAPAT dibatalkan (voidable bahasa padangnya). Contohnya kasus anak SD yang beli voucher game online Rp.800rb di Medan itu. Anak itu tidak memenuhi syarat nomer 2 karena  belum cakap untuk membuat suatu perjanjian. Jadi jual beli voucher itu dapat dibatalkan oleh orang tua sang anak. Bila Indomaret setuju, maka duit balik, voucher balik. Indomaret ga setuju, ortu minta pembatalan ke hakim pengadilan. Tapi ya kali sampe pengadilan kayak gitu doang

Syarat No. 3 dan 4 adalah syarat objektif, bila tidak dipenuhi maka perjanjian BATAL DEMI HUKUM. Nah, dalam kasus COD diatas, perjanjian jual beli yang telah terjadi ketika pembeli klik tombol  jadi batal demi hukum karena tidak pemenuhan syarat No. 3: barang yang dikirim via kurir ternyata gak sesuai saat levering.

Apa konsekwensi batal demi hukum? Tidak disyaratkan kesepakatan para pihak untuk batalin perjanjian, tak perlu minta pembatalan ke hakim pengadilan,  otomatis dianggap tidak pernah terjadi suatu perjanjian. 

Selanjutnya keadaan para pihak dikembalikan seperti sebelum adanya perjanjian.  Jadi tuh kurir bawa barang balik ke penjual sebagai pemilik awal, pembeli tetap simpan duitnya. Gitu mah kalo kata saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun