Di Indonesia belakangan surat terbuka sepertinya jadi alat cukup efektif untuk menyebar informasi, menggagas suatu ide, sekaligus menarik perhatian banyak orang. Bulan April kemarin misalnya, ada anak SMA yang bernama Nurmillaty Abadiah menulis surat terbuka soal unas ke Mendikbud.
Dalam suasana pilpres ini surat terbuka juga ditulis beberapa orang. Selain surat terbukanya Romo Magnis utk Prabowo, putrinya Amin Rais (Tasniem Fauzia) juga menulis surat terbuka utk Jokowi.
Surat terbukanya Tasniem dapat dua balasan. Â Satunya oleh adik kelasnya satu SMP. Â Yang saya salut dari surat yang ditulis Dian Paramita untuk Tasniem adalah kalimat berikut: "Jika saya berpikiran dangkal, tentu saja saya akan berfikir Mbak menulis itu karena Mbak adalah anak dari Amien Rais, pendukung Prabowo. Namun saya menahan diri untuk tidak berfikir seperti itu dulu."
Dian Paramita dengan kata lain menangguhkan penilaiannya (suspending judgement). Ini salah satu cara "berpikir kritis" yang banyak orang bilang itu. Yang pelatihannya sampai dicari ke luar negeri di berbagai kampus. Berpikir kritis bukan berarti hanya melulu melontarkan kritik dan mencari salah terhadap apa yang dibaca atau didengar. Tapi banyak bertanya dan menangguhkan penilaian dan kesimpulan sampai benar-benar memahami duduk perkara.
Ngga semua orang punya keahlian (atau kemauan) mengasah cara berpikir independen seperti ini. Bahkan yang katanya terdidik pun belum tentu bisa.
Tentu saja kawan, hal yang sama perlu diterapkan ketika kita membaca suratnya Dian.
Selamat memilih semuanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H