Mohon tunggu...
Anto Mohsin
Anto Mohsin Mohon Tunggu... Dosen -

Sebelumnya kuliah dan bekerja di AS. Sekarang mengajar di Qatar.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kenapa Penyalonan Ical oleh Golkar Tak Berakar

1 Juli 2012   14:50 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:22 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ical nafsu banget untuk jadi capres dari Golkar. Berbagai cara dia lakukan termasuk "mempercepat" pencalonannya (beritanya ada di bagian paling bawah tulisan ini). Orang seperti ini ngga cocok jadi RI-1. Kepentingan untuk "memimpin" bukan untuk negara bangsa lagi, tapi jelas untuk pribadi dan golongan. Kenapa? Well...setelah berhasil jadi Ketum Golkar, kalau dia punya visi kenegaraan yang baik, dia akan menciptakan Golkar sebagai partai yang lebihbaik, yang benar-benar bisa menangkap aspirasi masyarakat dan kader-kader partainya. Misalnya, Golkar kan pernah melakukan konvensi untuk menyaring capres dulu, tapi itu sekarang justru dihapuskan dan diabaikan sama Ical. Dia ngotot pengen cepat-cepat jadi capresnya Golkar. Kayak lumpur yang menyembur, keinginannya utk nyapres tidak bisa ditahan atau diredam. Dengan cara apa pun.

Kenapa cara Ical ini menandakan Golkar dan dia tidak layak dipilih 2 tahun lagi? Karena bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi yang melandasi tatanan masyakarat nasional modern. Model yang sangat bagus mengenai tatanan masyarakat nasional modern ini bukan AS, tapi menurut sosiolog Robert Bellah yang dikutip Cak Nur dalam bukunya Indonesia Kita (2004) adalah masyarakat Madinah bentukan Rasullah.

Kok bisa Bellah beranggapan masyarakat Madinah suatu "komunitas nasional modern"? Menurut Cak Nur itu karena komunitas tsb menjunjung "keterbukaan bagi partisipasi seluruh anggota masyarakat, dan karenanya ada kesediaan para pemimpin untuk menerima penelian berdasarkan kemampuan" (71).

Lebih lanjut Cak Nur menulis, "Seorang wakil rakyat haruslah datang dari kalangan yang diwakilinya, bukan seseorang yang muncul semata-mata sebagai hasil keputusan orang lain atau badan di luar rakyat bersangkutan itu sendiri, seperti pimpinan partai politik. Penggunaan cara 'drop-dropan' dalam penentuan seorang 'wakil rakyat' adalah suatu kepalsuan, sebuah manipulasi politik yang menajdi sumber berbagai kecurangan dalam kehidupan kenegaraan kita. Kita melihat tanda-tanda bahwa cara 'drop-dropan' itu sedang diusahakan dengan keras untuk dipertahankan, mengingat bahwa hanya dengan cara itu orang-orang yang tidak punya kredensial dapat memperoleh kedudukan, dengan akibat langsung kemungkinan beroperasinya 'politik uang'" (139-140).

Bagaimana seharusnya? Jawaban Cak Nur sangat bagus sehingga layak dikutip selengkapnya di sini: "Politisi calon peserta pemilu yang hendak menerima amanat pelaksanaan platform partai itu [seharusnya] direkrut dan dipilih melalui proses terbuka, adil dan meritokratik dari mekanisme konvensi yang dilaksanakan berjenjang dari bawah ke atas, sampai ke tingkat nasional. Dengan demikian seseorang terpilih menjadi peserta pemilu sebagai calon anggota badan legislatif atau presiden dan wakil presiden tidak samasekali tergantung kepada restu pimpinan partai, melainkan atas pilihan para anggota partai secara demokratis. Sebab lembaga restu sebenarnya adalah kelanjutan paternalisme dan feodalisme, dan bertentangan dengan asas-asas keterbukaan, egalitarisme, dan demokrasi partisipatif sebuah bangsa-negara" (141).

http://www.tempo.co/read/news/2012/06/29/078413708/Alasan-Golkar-Percepat-Pencalonan-Ical-untuk-RI-1

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun