Mohon tunggu...
Anto Mohsin
Anto Mohsin Mohon Tunggu... Dosen -

Sebelumnya kuliah dan bekerja di AS. Sekarang mengajar di Qatar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Singapura yang Bersih dan Teratur

7 Maret 2012   17:00 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:23 2704
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Begitu judul foto yang ditampilkan Kompas pada hari Sabtu 25 Februari 2012 lalu di halaman 11.

Di belakang bayangan hitam lima orang, ada pemandangan daerah sekitar Marina Bay yang belum lama selesai dibangun. Tampak di sebelah kiri gambar Singapore Flyer dan di tengah-tengah ada gedung-gedung, termasuk Esplanade Theater on the Bay (orang-orang sana menjulukinya "Gedung Durian" karena atapnya yang lancip-lancip mirip kulit durian). Keterangan foto tanpa artikel ini: "Warga mengisi waktu luang di kawasan wisata patung Merlion, Singapura, Kamis (23/2) petang. Perekonomian Singapura mengalami pertumbuhan ekonomi pesat tahun 2010. Di bawah pemerintahan yang bersih, kuat, dan stabil, masyarakat Singapura menikmati kemakmuran, keteraturan, dan hidup yang berkualitas."

Ketika melihat foto ini saya jadi teringat pengalaman saya berkunjung ke Singapura belum berapa lama ini. Ceritanya, saya dan keluarga mengunjungi Kota Singa selama beberapa hari di awal bulan Februari kemarin. Kami terbang menggunakan Singapore Airline setelah menukar poin-poin Krisflyer yang terakumulasi. Di sana kami menginap di rumah teman dekat tidak jauh dari taman wisata Jurong Bird Park.

Resminya, tujuan saya ke Singapura ada dua: membawa keluarga melancong juga sambil bertemu beberapa kolega di Nanyang Technological University (NTU) dan National University of Singapore (NUS).  Tapi sebenarnya ada tujuan lain. Saya ingin bernostalgia. Di pertengahan tahun 1980an, saya dulu sempat tinggal di negara tetangga ini selama 4 tahun. Layaknya Barack Obama yang mengaku pengalaman dia tinggal di Jakarta turut menbentuk kepribadian dan pandangan hidup dia, pengalaman saya tinggal di Singapura pun membentuk pandangan saya mengenai bentuk suatu kota atau tempat tinggal yang ideal dan menyenangkan.

Di Singapura pada tahun 1980an dulu saya menikmati kebijakan pemerintahnya yang memutuskan membuat suatu sistem transportasi publik yang dapat mengangkut banyak orang dengan cepat, aman, terandalkan, dan murah. Ketika sudah selesai, naik Singapore Mass Rapid Transit (MRT) jadi kebiasaan saya sehari-hari kala itu. Sebelumnya saya juga sering naik bis kota kemana-mana. Bis kota di Singapura telah terbangun dan tertata rapi sehingga mereka mengangkut dan menurunkan penumpang hanya di halte bis yang sudah tersedia di jalurnya. Bayarnya pun dengan memasukkan koin ke dalam mesin sehingga bis hanya dioperasikan oleh seorang supir. Sampai sekarang saya lebih suka menggunakan transportasi publik semacam ini karena lebih nyaman dan cepat. Di Jakarta saya cukup sering menjelajah dengan busway.

Di Singapura pula kecintaan saya pada museum terbentuk. Selain National Museum of Singapore (NMS) yang indah gedungnya, saya dulu juga sering berkunjung ke Singapore Science Center. Sekarang ada 7 museum di Singapura. Untuk suatu wilayah seukuran Singapura itu jumlah yang sangat memadai. Jenisnya pun beragam: Museum Peradaban Asia, Museum Pabrik Ford Lama, Refleksi Bukit Chandu, NMS, Museum Peranakan, Museum Kesenian Singapura, dan Museum Perangko Singapura. Sebenarnya Jakarta juga punya beberapa museum bagus. Sayangnya keliatannya masih sepi pengunjung.

Tata kota Singapura juga dibuat sedemikian rupa sehingga kenyamanan penduduk diperhatikan dengan sangat baik. Ada mal tempat belanja. Tapi ada juga tempat-tempat kegiatan lainnya. Yang terkenal saat ini Marina Bay (Gambar 1). Bangunan-bangunan tua yang punya nilai historis tinggi dirawat dengan baik (Gambar 2). Sungai-sungai yang mengairi Singapura pun dijaga kebersihan dan keindahaannya (Gambar 3).

Di Singapura jalan-jalan untuk pejalan kaki tersedia banyak, lebar-lebar, bersih dan sejuk. Sehingga pejalan kaki terasa nyaman melenggang di jalan-jalan. Stasiun-stasiun MRT juga mengkilap (Gambar 4). Tempat-tempat sampah tersedia di banyak lokasi dan ancaman denda untuk makan & minum (SG$ 500), merokok (SG$1000), dan membawa bahan-bahan yang mudah terbakar (SG$5000) serta disiplin tinggi yang ditanamkan pemerintah Singapura pada warganya cukup menjaga kebersihan sistem MRT.

Singapura juga banyak taman dan tempat-tempat rekreasi yang nyaman dan aman. Memang ada pulau Sentosa yang banyak dikunjungi turis dengan akses yang murah dan mudah. Ada tiga cara ke sana: pakai kereta gantung, jalan kaki, dan naik kereta api cepat Sentosa Express. Mungkin karena banyak dikunjungi pelancong, orang Singapura sering melesetin Sentosa jadi So Expensive Nothing TO See Also (Mahal Banget Padahal Ngga Ada Apa-apanya). Untuk rekreasi sepertinya orang lokal lebih memilih tempat-tempat lain seperti Singapore Botanical Garden atau Singapore Zoo. Tidak jarang juga saya lihat orang-orang yang suka jogging di sekitar kampus NTU, di dekat Marina Bay, dan di tempat-tempat lainnya pada pagi, sore, dan malam hari.

Untuk soal makanan, selain restoran-restoran mentereng, ada juga tempat-tempat penjaja makanan kaki lima. Mereka dikumpulkan dan ditaruh di tempat-tempat strategis di seluruh penjuru kota. Jadi penjaja makanan-makanan sedap ini tidak berkeliaran di sembarang tempat. Pembeli pun nyaman karena mudah memilih dan duduk makan di tempat yang sudah disediakan (Gambar 5).

Karena sistem transportasi publik yang tertata dengan baik dan cukup menyeluruh Singapura tidak dihinggapi penyakit kronis macet seperti yang dialami Jakarta.  Motor juga bisa dihitung dengan jari di jalan (Gambar 6).

Keberhasilan Singapura menata negaranya memang bermuara pada tangan besi pemerintahan Lee Kuan Yew yang menanamkan budaya disiplin yang tinggi bagi warga Singapura. Kawan saya orang Singapura sempat mengeluh mengenai kebiasaan orang-orang Singapura yang sudah terbiasa diatur negaranya. Mereka jadi keenakan diatur sehingga untuk mengetahui pintu MRT mana yang akan terbuka di suatu stasiun pun mereka hanya tinggal melihat tandanya di atas pintu. Menurut dia sikap ini menjadikan warga Singapura kurang kritis terhadap pemerintahannya yang sejak berdiri memang dikuasai oleh satu keluarga saja. Juga pembaruan secara alami antar etnis jarang terjadi, lanjut dia. Mungkin karena mereka menunggu diatur pemerintahnya dalam hal ini. Singapura memang tidak tanpa cacat. Tapi ada beberapa hal yang telah dilakukan Singapura yang kita bisa tiru untuk membangun kota yang nyaman untuk ditinggali untuk semua orang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun