Mohon tunggu...
Kopal 0j
Kopal 0j Mohon Tunggu... -

Mahasiswa asal Timika, mencoba memberikan pandangan keindonesiaan dari sudut pandang yg berbeda.\r\ntw&instag @vidokae blog: http://mox1.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Money

Dilema Perusahaan Tambang : Untung atau Buntung

27 Desember 2013   00:58 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:27 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13880807801783427273

Jika ada daftar negara dengan kekayaan alam terbanyak, maka indonesia akan menjadi sala-satu nominasinya. Bukan rahasia bahwa negeri ini menyimpan banyak sekali sumber daya alam. Mulai dari komoditas pangan, kayu, mineral, hingga minya dan gas bumi. Namun hingga hari ini(2013), index pembangunan manusia (IPM) di indonesia baru di angka 0.629 (menengah dari skala 0.00 – 1.00), peringkat ke 78 dunia[1]. Menunjukan pembangunan masih dikelas menengah secara rata. Artinya dengan sumber daya melimpah, penduduk indonesia harusnya lebih makmur. Lihat negeri seperti Singpura, Hongkong dan Swis. Negera kecil dengan sumberdaya alam terbatas namun IPMnya berturut-tutrut 0.895, 0.906, dan 0.913 (tinggi)[1]. Mereka adalah negara-negara yang dapat menjual kreativitasnya untuk menumbuhkan negeranya menjadi maju. Terlepas dari itu semua Indonesia harunya bisa menjadi negera yang makmur dengan sumber daya alamnya yang melimpah.

Mari kita menengok salah satu sumber daya kita, yaitu mineral. Berikut data dari BPS tentang hasil tambang mineral dari berbagai sektor(tabel[2]). Bahkan untuk beberapa bahan tambang merupakan penghasil teratas dunia seperti batu bara dan timah. Merupakan sumber yang luar biasa yang dapat menghasilkan pundi-pundi uang. Yang tentu saja, uang tersebut dipergunakan untuk pembangunan negara.

Dari paparan di atas muncul pertanyaan besar, tidak kah aneh dengan sumber daya yang begitu melimpah namun negeri ini masih kekurangan ‘uang’ untuk membagun negerinya ? Memang pemasalahannya tidak mudah dan sesimpel silogisme itu. Namun tidak juga salah kesimpulan tersebut. Walau ini masalah klasik di semua negeri berkembangn namun bukan berarti kita pasrah akan keadaan. Oleh sebabnya harus ada yang bebuat. Namun kita sudah mulai menempuh titik terang untuk dalam hal ini. Mulai 12 Januari 2014, Indonesia akan menghentikan ekspor mineral atau tambang mentah sesuai amanat undang-undang No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara[3]. Walau masih banyak yang pro dan kontra dengan undang-undangn tersebut namun akan sebaiknya dilkukan untuk kemaslahatan orang banyak.

Dari semua itu, adakah yang bertanya. Kenapa pertambangan itu harus dilakukan ? ya tentu saja jawabannya karena kita ingin mengeruk mineral berharganya dan mengambil keuntungan bukan ? namun di lain sisi tambang merupakan kegiatan ekploitasi sumber daya alam yang tentu saja dalam praktiknya harus merusak alam dan perkata lain dapat merusak alam dan habitat makhluk hidup bukan ?

Oleh karenannya banyak perusahaan tambang memilih bungkam atau tepatnya menutup diri dari masyrakatnya. Akibatnya makin buruklah image mereka dimata publik khusunya masyarakat sekitar. Akan lebih baik perusahaan tambang melakukan pendekatan lain yang dapat memberikan image baik pada masyarakat sekitar tambang dan juga khalayak umum mengenai merek. Sehingga momok negatif dari mereka bisa berkurang.

Namun jika lihat dari sisi lain, kehidupan modern kita tidak akan lepas dari namanya logam yang merupakan produksi akhir dari kegiatan pertambangan. Hampir dari semua bagian hidup kita tergantung dari komponen logam. Mulai dari aksesoris, gadget, infraktruktur, transportasi, industri, alat eltronik, alat rumah tangga, semua mempunyai komponen logam. Maka aneh jika kita merang kegiatan tambang namun kita sendiri dengan tidak sadar menggunakan barang hasil kegiatan pertambangan. Silogisme gamapangnya begini, soal pembalakan hutan, tentu kita tidak setuju kan ? namun kita tanpta tak sadar menggunakannya dalam infrakstruktur dan kertas dengan sesuka hati. Akan sangat tidak logis kita mengutuk kegitan pembalakan hutan tapi tetap saja menggunakan hasilnya untuk kebutuhan kita. Kira2 sama seperti itu. Namun mungkin karena logam melalui proses yang sangat panjang, berpindah dari pabrik satu ke yang lainnya hingga bisa kita bisa gunakan, samapi lupa kalau itu produksi dari tamabng.

Ya dilema tambang itulah dilema tambang.

Dari kesemua paparan tentang carut marutnya pertambangan, sebenarnya akar permasaahannya, bukan pada tambang itu sendiri. Karena itu sebuah kebutuhan. Kita tidak akan terlepas olehnya. Namun bagiamana kita bisa mengkomunikasikan kegiatan pertambangan kepada masyarakat bahwa kegiatan tersebut tidak berbayahaya untuk lingkungan. Dan masyarakat sekitar tambang harus merasakan hasil tambang yang dilakukan di daerah mereka. Tentu saja untuk mencapai semua itu butuh kerjasama yang baik antara semua stakholder agar semua tujuan tersebut tercapai, baik dari kalangan perusahaan tambang, pemerintah pusat dan daerah juga masyarakat setempat harus mejalin komunikasi yang baik.

Sumber :

1.http://hdr.undp.org/sites/default/files/hdr2013_en_summary.pdf diakses 24 Desember 2013

2.http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=10¬ab=3 diakses 24 Desember 2013

3.http://finance.detik.com/read/2013/11/26/093532/2423434/1036/ekspor-tambang-mentah-dilarang-2014-penerimaan-negara-turun-rp-80-t-tahun diakses 24 Desember 2013

Teknik Metalurgi dan Material Universitas Indonesia 2011

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun