Berbicara perihal kemiskinan. Apa yang tergambar dalam pikiran kita? Â Mungkinkah gambaran sekelompok anak yang kurus ringkih bermain di jalanan, tangan-tangan tua renta yang meminta belas kasihan di jalanan atau sebatas gambaran gubuk-gubuk reyot. Kita kerap melekatkan label "masalah sosial" pada permasalahan ini, seakan kemiskinan merupakan akibat dari ketidakmampuan seseorang atau hanya karena kemalasan belaka. Namun, di balik potret pilu itu, sebenarnya tersembunyi simpul kusut masalah ekonomi yang tak terselesaikan.
Disatu sisi, memang benar adanya kemiskinan menimbulkan dampak sosial. Tapi coba perhatikan lebih dalam. Mengapa mereka tak bersekolah? Karena biaya yang mahal dan tidak ada penghasilan yang menjamin. Mengapa masih banyak diantara mereka yang tinggal di gubuk? Karena upah tak cukup untuk mereka menyewa tempat yang layak. Lantas, mengapa mereka mengemis?, karena tidak ada pilihan lain untuk mereka bertahan hidup.
Uang bukanlah segalanya, mungkin itu yang kita pikirkan. Tapi bayangkan kita hidup tanpa uang di dunia yang digerakkan olehnya. Gambaran yang terjadi saat ini, pendidikan berkualitas menuntut biaya, kesehatan yang baik butuh akses rumah sakit yang berkualitas, dan keahlian  seseorang pun tak akan cukup tanpa adanya modal untuk membangun usaha. Lingkaran setan ekonomi inilah yang mencekik, membuat ketimpangan kian melebar, dan seolah menjerat individu dalam pusaran kemiskinan.
Label "masalah sosial" ini telah mengalihkan fokus dari akar permasalahan. Ia menyalahkan individu yang terjebak, alih-alih mempertanyakan sistem ekonomi yang menindas. Bahkan ia pun menyalahkan mentalitas malas, alih-alih mengungkap sistem kerja tanpa gaji yang layak dan pendidikan tinggi dengan biaya yang selangit.
Mengatasi kemiskinan hanya dengan pendekatan sosial murni ibarat mengobati demam dengan kompres dingin. Gejalanya mungkin hanya reda sebentar, tapi penyakitnya tidak akan tersembuhkan. Bahkan, program bantuan sosial tidak akan bisa bertahan selamanya, donasi sering tidak berkelanjutan dan pembinaan mental sulit berhasil jika perut masih tetap lapar.
Catatan penting untuk memutuskan lingkaran setan ekonomi, dibutuhkan solusi sistemik yaitu kebijakan ekonomi yang berkeadilan, upah yang layak untuk memenuhi kebutuhan dasar, sistem pajak progresif yang meredistribusi kekayaan, akses kesehatan yang terjangkau dan sistem pendidikan yang adil. Jika solusi tersebut tidak diterapkan, program bantuan sosial hanya sebagai kain kasa yang menutupi luka, bukan untuk menyembuhkan penyakit.
Kemiskinan sebagai masalah ekonomi bukan semata kita mengabaikan dampak sosialnya. Melainkan memahami keterkaitan antara keduanya agar kita dapat merancang solusi yang lebih baik dan berkelanjutan. Kita tidak hanya sebatas memberikan ikan secara percuma, tetapi mengajarkan cara memancing dan menjaringnya. Sehingga, kita tidak lagi menyalahkan individu, justru kita telah memperbaiki sistem yang menjerat mereka. Ubahlah narasinya. Kemiskinan bukan sekadar masalah sosial, melainkan jeritan ekonomi yang tak didengar. Maka dari itu, untuk membangun keadilan tersebut, kita harus memulai dengan membenahi ketimpangan ekonomi.
Artikel ditulis pada 12 Desember 2023 dan dirilis pada 17 Desember 2023.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H