"Huah...sudah pagi", lirihku. Aku bangun berjalan menuju jendelaku, mengaitkan tirainya ke samping dan membukanya. Ku biarkan sinar sang Surya memenuhi ruang yang entah berapa lama tak tersentuh hangatnya. Larut malam tadi, aku sampai di desa Rangkat. Kantukku tak ku ijinkan jadi penghalang menikmati pagi ini, saat-saat yang ku tunggu setelah sederetan rutinitas menghilangkanku, rindu ini pun sudah menumpuk. Kerinduan membagi sapa, cerita, pedih dalam balutan kata yang selalu indah di Desa Rangkat. Hatiku riang, sudah tidak sabar ingin keliling desa... ~~~ Siapa lagi yang pertama kudatangi, jika bukan tetangga sebelahku, sang Pujangga Rangkat. Aku mengetuk pintunya, "mas Lalaaaa...mas Lalaaa...", tetap tidak ada jawaban. Tidak biasa-biasanya rumah mas Lala sepi, tidak ada musik atau suara gitar dipagi hari, bahkan seperti kosong, pikirku. " Haiiii...Icha, baru keliatan kemana ajahhh " " Eh, mas Hans...ngagetin aja niii. Iya, mas kemarin-kemarin lg banyak kerjaan yang harus dikebut, baru tadi malam balik ke desa. Btw mas, mas Lala kemana yach ?", tanyaku. "Icha belum tahu yah, mas Lala kan sudah menikah dengan auntie Deasy, tante jutex itu loch, jadi skrg mereka pindah tinggal berdua, namanya juga penganten baru..." jelas mas Hans dengan santainya tanpa jeda. "Haaaah...mas Lala dengan auntie Deasy, mas ???", aku jelas kaget mendengarnya, "lalu bagaimana dengan mba Jingga, mas ?", aku langsung spontan bertanya. Semua tahu bagaimana perasaan mba Jingga terhadap mas Lala, lelaki Jingga yang padanya segala cinta, pesona, desahpun hanyut menjadi satu. Dia mimpi dalam tiap malamnya. Dan sekarang menjadi suami dari auntie-nya sendiri. Oooh Tidak...sedikitpun tidak pernah terbayang olehku. "Mas, maaf...aku mau kerumah Mommy dulu ya, silahturahmi sekaligus pengen ketemu mba Jingga...nanti kita obrol-obrol lagi yah, makasiii mas ", pamitku. Aku bergegas ingin bertemu mba Jingga-ku, dia pasti terluka sekali. " Yah masih kangen niii, nanti malam ikut ngeronda yah, cha...." "Siaaaap, mas....", teriakku. ~~~ Dari kejauhan sudah terlihat, mba Jingga yang sedang duduk dibangku teras rumahnya, sepertinya dia sedang melamun, bathinku. "Mbaaaa Jinggaaa...aku pulang ", teriakku. dia kaget melihat kedatanganku dan tersenyum ceria seperti biasanya. "Kamu kapan datang ?" "Tadi malam, mba. Aku kangeeeen...", seraya memeluknya lagi. "Aku juga, say..." "Koq sepi, Mommy dan Uleng kemana, mba? " Oh...lagi dirumah auntie Desi, sayang", jawabnya dan aku jelas melihat luka itu ada dimatanya. Dia hanya menyembunyikan semua dibalik senyum cerianya. "Icha sudah tahu dari mas Hans, mba...mba harus ikhlas yah, mba pasti bisa dapat yang lebih baik...", ku genggam tangannya, aku ingin dia tahu bahwa masih banyak orang-orang terkasihnya disini menemani. Meski itu bukan mas Lala...Mba Jingga hanya mengangguk pelan, dan tiba-tiba ada seseorang yang menghampiri kami. Seseorang yang amat sangat aku kenal. "Indra....", kini gantian aku yang terhenyak. Ada apa ini ? Kenapa bisa ada Indra dirumah ini ? Jantungku tak bisa dibohongi, langsung berdetak begitu cepat, dan getar itu masih merambat sesukanya. Sampai saat ini, cinta itu masih kusembunyikan rapat darinya. Aku tidak bisa menyalahkan nyali yang tidak pernah kupunya saat harus berhadapan dengannya langsung. Sosok laki-laki angkuh yang romantis. Dari tiap goresannya ku mampu kenali hati lembutnya. Yang sekejap saja sudah membawa hatiku lari ikut bersamanya, terus memikirnya siang malam, merangkum rindu yang tak pernah usai dikala malam, bahkan kuteriakkan cintaku berbaur dengan gemuruh hujan yang deras... Aku sengaja menjauh darinya, karena aku tidak mau kalah dan tenggelam semakin dalam. Sorot mata tajamnya yang selalu seakan ingin memerangkapku dalam binar-binar cinta yang tak pernah terucap dari bibirnya. Aku mendadak rindu kebiasaannya mengusap kepalaku tiba-tiba, kenakalan-kenakalan kecilnya penuh canda dan bagaimana dia memanggilku "Mou...", aku rindu semuanya, dra... Aku merasakan pipiku mulai memanas dan airmata rindu ini seperti ingin menunjukkan pedihnya menahan rasa dalam-dalam. Aku pun sering mencurahkan segala isi hati terpendamku pada mba Jingga. Mba Jingga yang selalu merelakan pundaknya untukku menangis atas cinta yang hanya mampu terluap dari satu sisiku. Cinta yang belum sedikitpun berkurang meskipun sudah ku sibukkan diriku, berusaha pergi darinya. Kini sosok itu ada dihadapanku lagi dan hanya menatapku dengan tatapan tanpa arti, tanpa binar itu... Hingga akhirnya satu suara memecahkan hening yang tercipta, "Cha, apa dia yang sering kamu......", tanya mba Jingga tanpa meneruskan kalimatnya, karena aku sudah langsung menganggukkan kepalaku pelan tanda mengiyakan pertanyaannya. Tapi kenapa aku seperti menangkap sesuatu yang berbeda di mata mba Jingga ? Dan kamu dra, kenapa kamu seperti tidak mengenaliku ?
-------------------------------------------------------------------------------
Sumber gambar Google.com
DESA RANGKAT  menawarkan kesederhanaan cinta untuk anda,  datang, bergabung  dan berinteraksilah bersama kami (Klik logo kami)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H