Berdasarkan Realisasi APBN 2023, sumber pendapatan Negara Indonesia yang terbesar berasal dari pajak, yaitu sekitar 83% dari total penerimaan. Pajak, menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2008 (yang selanjutnya akan disebut dengan Undang-Undang Pajak), adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dalam Undang-Undang Pajak juga dijelaskan mengenai 4 fungsi utama Pajak, yaitu fungsi anggaran, terutama dengan menganggarkan pendapatan negara dalam hal pembangunan nasional seperti menyediakan fasilitas kesehatan, pendidikan, infrastruktur dan pelayanan publik, fungsi mengatur, yang tercermin dalam kebijakan perekonomian negara, fungsi stabilitas, dengan memegang peranan penting dalam keseimbangan perekonomian negara seperti mengatasi inflasi maupun deflasi, dan fungsi redistribusi pendapatan, yaitu fungsi pajak dalam hal meratakan ketimpangan pendapatan antar sektor dan memperluas lapangan pekerjaan.Â
Jadi, dengan pemahaman tersebut, kita mengetahui bahwa dengan membayar pajak, maka kita turut berperan dalam hal membangun infrastruktur, meningkatkan kualitas pendidikan, memperbaiki layanan kesehatan, dan juga jaminan sosial, serta menjamin keamanan dan ketertiban.Â
Tidak hanya berhenti di sana, pajak juga secara tidak langsung dapat memberikan dampak positif lainnya, seperti dalam hal stabilitas ekonomi, kemandirian nasional, redistribusi kekayaan, pendanaan inovasi dan teknologi, dan masih banyak dampak postif lainnya. Oleh karena itu, kesadaran pajak harus dijunjung tinggi oleh Wajib Pajak sebagai Warga Negara Indonesia, karena merupakan salah satu faktor terpenting dalam mendukung pertumbuhan Negara Indonesia.
Mengingat akan pentingnya Pajak, maka kesadaran pajak harus dijunjung tinggi oleh Wajib Pajak sebagai Warga Negara Indonesia, karena merupakan salah satu faktor terpenting dalam mendukung pertumbuhan Negara Indonesia. Yang dimaksud Wajib Pajak itu sendiri berdasarkan Undang-Undang Perpajakan adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Undang-Undang tersebut juga mencantumkan Kewajiban yang harus dipenuhi oleh Wajib Pajak, yang meliputi :
- Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak).
- Melaporkan penghasilan dan membayar pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Mengisi dan menyampaikan SPT (Surat Pemberitahuan) Tahunan secara benar, lengkap, dan jelas.
- Memotong atau memungut pajak yang terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan lain yang menjadi tanggung jawabnya.
Jadi, berdasarkan pemahaman komprehensif tersebut, istilah sadar pajak bukan hanya tentang mematuhi aturan hukum, tetapi juga tentang kesadaran bahwa pajak adalah investasi untuk masa depan Negara Indonesia. Walaupun hal tersebut sudah sering sekali digaungkan, dan sudah menjadi pengetahuan bagi khalayak umum, namun kenyataannya masih banyak di antara Wajib Pajak yang kurang sadar akan pentingnya pajak.Â
Harus kita akui bahwa tingkat kesadaran pajak di negara Indoensia masih rendah. Salah satu tolok ukurnya adalah rasio penerimaan pajak terhadap Produk Domestik Bruto (tax ratio) di Indonesia, yang berdasarkan Data Laporan Direktorat Jenderal Pajak di Tahun 2023 yang baru menyentuh angka 10,21%.Â
Rasio itu cukup rendah bila dibanding negara lain di kawasan Asia Tenggara, yang pada tahun yang sama sudah menyentuh angka rata-rata di atas 15 persen, bahkan jika dibandingkan dengan performa tahun sebelumnya pun menurun, dimana tahun sebelumnya telah menyentuh angka 10,39%. Oleh karena itu permasalahan ini merupakan permasalahan utama yang penting untuk segera diatasi, mengingat penerimaan pajak juga menentukan keadaan Indonesia kedepannya.
Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya kepatuhan pajak tersebut, seperti kurangnya pemahaman mengenai perpajakan, proses administrasi yang rumit juga turut menyumbang permasalahan tersebut, ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah dalam hal transparansi dan akuntabilitas penggunaan dana pajak juga membuat Wajib Pajak enggan membayar pajak, dan kurang adanya insentif yang menarik bagi Wajib Pajak yang taat juga bisa menjadi salah satu penyebab rendahnya kesadaran pajak
Hambatan dan rintangan dalam memenuhi target kepatuhan pajak tersebut secara simultan tentunya dapat berpotensi pada menurunnya pendapatan negara, yang selanjutnya dapat berdampak pada perekonomian negara. Oleh karena itu diperlukan peran yang sinergis antar sektor, baik itu dari dari sisi Wajib Pajak, yaitu masyarakat dan perusahaan, maupun dari sisi pemerintah.
Peran masyarakat, terutama dari pihak UMKM, dapat meningkatkan kepatuhan pajak. Dilansir dari Laporan Komite Pengawas Perpajakan Kementerian Keuangan, jumlah UMKM di Indonesia mencapai 64,2 juta unit usaha, yang memberikan kontribusi signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 61,07%, atau sekitar Rp8.573,89 triliun, yang juga mencakup kemampuannya dalam menyerap 97% dari total tenaga kerja yang tersedia, serta menghimpun hingga 60,4% dari total investasi yang masuk, sehingga tentunya dapat menjadi multiplier dalam penerimaan pajak.Â