Mohon tunggu...
Motulz Anto
Motulz Anto Mohon Tunggu... Freelancer - Creative advisor

Pemerhati Kebijakan | Wacana Sosial | Pengamat dan Penikmat Kreativitas, Pelaku Kreatif | Ekonomi Kreatif | motulz.com | geospotter.org | motulz@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Kenapa Sih Harus Pilih Ahok?

6 Februari 2017   10:01 Diperbarui: 6 Februari 2017   19:47 5909
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ini adalah pertanyaan yang sering keluar dari teman-teman saya yang bukan warga DKI, akhirnya saya pun jadi sempat berfikir juga kenapa saya harus mendukung Ahok? Apalagi saya adalah salah satu pendukung yang sejujurnya gerah dan kesal dengan "mulut kasar" Ahok yang belakangan mulai menuai masalah. Lantas apa sebaiknya saya alihkan saja dukungan saya ke paslon lain? Kenapa tidak?

Sejak berpasangan dengan Jokowi, sosok Ahok memang tidak terlalu muncul dan dominan jadi pembahasan di media. Ahok nampak lurus-lurus dan adem-adem saja. Saat Ahok harus berdampingan dengan Pak Jokowi, terlihat sekali gestur tubuhnya yang sungkan dan hormat. Walaupun kita tahu bahwa dibalik itu semua Ahok sedang melakukan "pembantaian" di dalam tubuh Pemprov DKI. Komposisi kedua sosok ini langsung menjadi dynanic duo, Pak Jokowi dengan senyum manis dan santun bagai good cop, sementara Pak Ahok bekerja bagaikan seorang algojo yang memporak-porandakan kinerja yang selama ini kotor bagai seorang bad cop. 

Sejak Pak Jokowi menjadi presiden, Ahok muncul sebagai sosok one man show di "panggung DKI". Pak Djarot - wakilnya, seolah hanya menjadi seorang yang santun yang secara protokoler harus menemani Pak Ahok tanpa peran yang begitu penting. Wartawan dan media pun seolah lupa bahwa mereka adalah pasangan kerja, fokus tetap pada Pak Ahok karena suka tidak suka dia lah media darling dan mesin rating media yang sukses. Pak Ahok pun akhirnya muncul sendirian dalam semua kesuksesan yang terjadi di DKI, pembangunan MRT, LRT, busway, RPTRA, taman-taman kota, hingga yang paling hits yaitu Taman Kalijodo. Semua seolah makin menguatkan sosok Pak Ahok sebagai satu-satunya orang yang layak dijunjung. Benarkah demikian?

Pembangunan fisik Jakarta sangat terlihat mata dan tidak bisa disembunyikan, sejak 3 tahun lalu semua warga DKI direpotkan dengan keberadaan konstruksi di sana-sini. Macet makin menjadi-jadi, namun warga DKI pun paham bahwa hal ini adalah sebuah upaya "operasi besar" yang terpaksa dilakukan akibat penyakit puluhan tahun. Musim penghujan di awal tahun mustinya menjadi musim banjir di Jakarta. Di saat itu kita semua ingat bukan? bagaimana kita melihat banjir di mana-mana, dapur umum dibangun di pelataran jalan. Tenda-tenda pleton dibangun sebagai klinik darurat, bahkan mesjid-mesjid pun dijadikan lokasi pengungsian sementara. Tidak sedikit sekolah dan kantor terpaksa diliburkan hanya karena akses jalan yang tergenang banjir. Di kantor dan media sosial, bermunculan aksi kencleng dan bantuan sosial. Mulai dari bantuan uang, makanan, hingga perahu karet. Ya.. itu semua adalah peristiwa langganan awal tahun masa lalu di DKI bukan? Bahkan Bunderan HI pun bisa terendam banjir. Tapi kini? nyaris genangan air bisa surut dalam hitungan jam, tidak berhari-hari.

(Foto milik @motulz)
(Foto milik @motulz)
Hanya saja, selain perbaikan yang terlihat mata oleh kita yang dilakukan oleh Ahok, ada juga yang sedang ia lakukan tapi tak terlihat oleh kita selama ini. Ternyata akar semua masalah terbesar penyakit di DKI itu bukanlah sekedar pembangunan infrastrukturnya, melainkan pertarungan Ahok melawan yang namanya korupsi di tubuh Pemprov DKI. Penyakit korupsi di DKI ini bagaikan sebuah tumor raksasa yang tersembunyi selama puluhan tahun. Akar tumornya sudah merambat kronis hingga ke pelosok-pelosok RT dan RW, sangat mengerikan sekali. Pelan-pelan tumor korupsi itu merambat terus mengkikis dan menghisap semua pajak yang sudah dibayarkan oleh warga DKI. Hidup di Jakarta adalah hidup dengan pajak, kita bekerja, kita menonton bioskop, kita makan di rumah makan dan resto, pergi ke tempat hiburan, hingga parkir! Semua ditarik pajak. Bagi saya pribadi, OK lah ditarik pajak tapi untuk apa? 

Nah, sialnya selama ini pajak kita ternyata malah dikorup oleh para "koruptor berseragam" yang berada di dalam kantor Pemprov DKI dan jejaringnya. Pembangunan ini-itu dilakukan dengan cara asal-asalan, ngakalin anggaran, ngakalin bahan bangunan, revisi pembangunan asal-asalan, kontraktor abal-abal, tender fiktif, pengawas palsu, aduh! sudahlah banyak sekali! Maka sejak keberadaan Jokowi, Ahok, dan juga Pak Djarot, tumor korupsi tadi pelan-pelan sedang dibabat. Syaraf-syaraf kecil jaringannya mulai digunting satu persatu secara hati-hati dan seksama, kenapa? Jika tidak, maka si tumor akan berontak dan bereaksi menyerang balik tubuh si tuan.

Kini, kita semua bisa melihat.. bahwa pertarungan Ahok melawan tumor korupsi di tubuh DKI mulai mendapatkan perlawanan sengit. Misinya cuma satu: membuang Ahok dari tubuh Pemprov DKI. Semua kasus dan polemik hukum yang terjadi berkaitan dengan Ahok, semua itu hanya cara saja, cara bagaimana agar Ahok bisa terusir dari Balai Kota. Dengan demikian para sel tumor yang belum terusir dari kantor pemprov dan jejaringnya akan bisa kembali tumbuh dan merajut ulang jaringan yang selama ini diacak-acak oleh Ahok. 

Perjuangan Ahok mengobati penyakit di dalam tubuh Pemprov DKI ini belum selesai, ia masih butuh waktu untuk menyembuhkan total dari tumor yang kronis ini. Saya pikir, karena alasan ini maka saya rela untuk mendukung Ahok 5 tahun ke depan demi sembuhnya tubuh DKI dari para sel-sel tumor yang jahat dan kejam. Yang bukan cuma menggerogoti kaum menengah saja bahkan sampai orang kecil dan lemah pun tak pandang bulu dihisap darahnya, keringat, dan air matanya! Biadab bukan? Bayangkan saja, bagaimana mungkin mereka terfikir untuk melakukan korupsi dengan cara hingga harus membuat kuburan palsu! Sinting!

Serangan para sel-sel tumor koruptor ini makin menggila dan brutal, mereka kini mulai bersatu dan gencar menyerang Ahok dari berbagai arah. Para pendukung perlawanan Ahok kepada para koruptor pun perlahan jadi gamang. Konsentrasi pendukung perlawanan korupsi diacak-acak, satu demi satu mulai teralihkan ke isu-isu yang menghasut. Akhirnya jika ini dibiarkan, maka Ahok akan bertarung sendirian. Tapi kini sosok Pak Djarotlah yang menurut saya menjadi penolongnya. 

Sikap kasar Ahok kini bisa diredakan oleh sikap kalem dan sejuknya Pak Djarot. Tutur dan bahasa Pak Djarot terasa sekali meneduhkan saya yang seringkali cemas melihat cara bertempur Pak Ahok yang frontal. Bagi saya cara bertarung Pak Djarot ini bagaikan suhu-suhu di film kung fu. Penuh senyum, tenang, santun, dan ramah, namun sekali ditunjuk dengan jarinya, musuh langsung melintir jatuh terkapar. 

Beberapa hari menjelang hari pencoblosan, saya melihat lagi komposisi dynamic duo seperti yang dulu Jokowi - Ahok, kini komposisinya Ahok - Djarot. Ini jadi harapan besar baru yang tumbuh dari kecemasan kemarin. Semoga niat baik penyembuhkan total penyakit korupsi di DKI ini dirasakan juga oleh banyak warga DKI, sehingga perjuangan Ahok - Djarot bisa tetap dilakukan dengan restu dan dukungan kita-kita, warga DKI yang benci dengan korupsi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun