[caption caption="(Foto milik @motulz)"][/caption]Pernah merasakan pedihnya ditolak pacar? atau pacar yang pindah ke lain hati? Berapa lama kamu kuat menahan kepedihan itu hingga akhirnya beranjak (move on) lalu berbesar hati untuk menerima kenyataan itu? Lantas, apa hubungannya patah hati ini dengan Jokowi? Begini ceritanya..
Terbesitlah cerita, pada suatu pagi saya ngobrol dengan tante saya, obrolannya santai namun selalu berujung pada pembahasan kenapa saya belum saja menikah. Pertanyaan yang sama dan selalu saya jawab dengan jawaban sama. Namun si tante rupanya berusaha mengendus dan menelaah kenapa saya belum saja menggaet seorang wanita. Kata tante saya, dia menduga bahwa saya masih merawat perasaan patah hati masa lalu yang berkepanjangan. Saya jadi tertawa, dari mana dugaan itu ia dapat? Sepanjang tante saya menjelaskan tentang patah hati berkepanjangan, ternyata otak dan imajinasi saya berpindah pada topik lain yang hampir sama, yaitu tentang Jokowi!
Setiap pagi, rasanya saya hampir sering membaca respon atau komentar nyinyir atas pemberitaan Jokowi. Rasa benci yang seolah tiada henti hari demi hari. Baik itu komentar di media massa maupun respon di media sosial, kebencian yang tinggi sangat terasa sekali. Ada yang bilang hal tersebut merupakan sistem kritik dan kontrol bagi presiden. Namun sayangnya sistem kritik dan kontrok ini seolah tidak dilandasi dengan data dan informasi yang akurat. Hampir banyak infonya salah, melenceng, atau memang sekedar mengada-ada saja. Satu kalimat yang sama di semua pernyataan kebencian tadi adalah "semua ini salah Jokowi".
Dari situ otak imajinasi saya mengaitkan apa yang sedang dibicarakan oleh tante saya dengan fenomena berita Jokowi. Para - sebut saja pembenci Jokowi ini, siang dan malam terus mencari keburukan dari ucapan dan tingkah laku Jokowi. Tidak musti membenci atas keputusan atau kebijakannya sebagai presiden, bahkan cara berpakaian, cara jalan, cara duduk, cara berfoto, bahkan cara bicaranya pun selalu saya menjadi umpan lambung untuk bahan celaan atau hinaan. Ini mirip sekali dengan karakter saya saat saya patah hati karena kecengan saya dulu lebih memilih si A dibanding saya.
Saat itu kecengan saya menolak saya karena ternyata dia lebih memilih si A dibanding saya. Rasa sakit hati saya bukan sekedar karena cintaku ditolak, melainkan perasaan kalah oleh si A dan situasi - kenapa yang dipilih si A? padahal saya jauuuh lebih baik dari si A? Bagaimana mungkin saya kalah dari si A yang badannya kerempeng, gaya dan dandanan ndeso, bahasa Inggrisnya acak-adut, pakai jas gak cocok, dan seterusnya. Tidak cuma sampai di situ, setiap hari ketika saya mendengar hal remeh atas kesalahan si A, itu pasti saya akan respon dengan kalimat awal "Tuh kan! kata saya juga apa!". Yang merupakan sebuah PESAN untuk kecengan saya tadi sebagai penekanan bahwa: kamu sudah salah pilih! Pun demikian ketika si A melakukan hal baik, pastilah saya akan bilang: "Ah sok pamer dia!". Akan begitu terus, dan begitu sampai pada akhirnya si cewek kecengan saya tadi memutuskan hubungan cintanya dengan si A. Rasanya saya akan puas dan tertawa menang. Walau belum tentu juga setelah itu si kecengan akan menerima cinta saya toh?
Setahun ini, setahun Jokowi menjalankan tugasnya sebagai presiden, hujan kebencian itu masih terasa dan tidak mereda. Ibarat baru setahun jadian, Jokowi menjalankan hidupnya sebagai "kekasih" dengan sepenuh hati, tulus, dan tentu saja banyak halang dan rintangan. Bekerja, sibuk ke sana dan kesini, menghadapi situasi pacaran yang penuh dengan caci-maki yang seolah berharap mati saja di tengah jalan. Berbuat begini salah, berbuat begitu dibilang pencitraan, telat sedikit bergerak dibilang tidak peduli, saat memberikan kepedulian dibilang pencitraan, ya begitu terus dan terus.. seperti ungkapan tadi: karena semua salah Jokowi.
Di akhir obrolan dengan tante saya, saya jadi berfikir satu hal. Tentang kenapa si kecengan saya tadi lebih memilih si A ketimbang saya, ternyata alasannya karena tiga hal, yaitu karena percaya, karena terbuka, dan karena cinta. Kalau sudah percaya, mau dibilang apa lagi? dibombardir dengan beribu berita kejelekan si A pun tetap tidak akan bergeming kan? Kemudian tentang keterbukaan, sebegitu terbukanya si A, hingga rasanya kita bisa membongkar masa lalu, silsilah keluarga, hingga kerja dan gajinya pun ketahuan. Yang terakhir adalah cinta.. kalau sudah cinta, (maaf) tai kucing pun jadi rasa nutela - begitu istilah anak sekarang.Â
Di antara jutaan hati yang benci kepada Jokowi pastilah ada jutaan lain yang cinta kepada Jokowi. Ia terpilih karena kepercayaan, keterbukaan, dan cinta. Yang harus dijaga dan dirawat tentunya hingga saat ini. Jangan rusak kepercayaan, jangan tutup keterbukaan, dan jangan khianati cinta yang sudah tumbuh kuat di hati rakyat. Bagi yang tidak suka.. itu pun hak mereka. Kebencian, ketidaksukaan, tentu bukan sebuah kendala untuk menunjukkan diri kita sebagai seorang pacar yang sudah terpilih.
Di akhir cerita, terbesit topik lama yaitu... terus, kapan saya akan berani beranjak untuk dapat pacar?
Blaaarr..!!Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H