Mohon tunggu...
Motulz Anto
Motulz Anto Mohon Tunggu... Freelancer - Creative advisor

Pemerhati Kebijakan | Wacana Sosial | Pengamat dan Penikmat Kreativitas, Pelaku Kreatif | Ekonomi Kreatif | motulz.com | geospotter.org | motulz@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Bohong, Kebohongan, dan Membohongi Diri

16 April 2019   10:55 Diperbarui: 16 April 2019   10:58 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi, foto milik @motulz

Berita mana yang harus kita percaya di tengah semburan informasi yang begitu deras? Kepada siapa kita harus bertanya atau memverifikasi informasi atau berita tersebut? Bagaimana jika tidak mendapatkan jawaban atau kepastian atas informasi tadi?

Tahun 2017 lalu saya diundang Bang Handry Satriago menghadiri sebuah acara dengan pembicara Pak BJ Habibie - sosok yang hingga hari ini masih menjadi idola saya dan banyak orang, sebagai tokoh cendikiawan yang rendah hati. Dalam pidatonya, ada hal yang begitu menarik perhatian saya mengenai ancaman kemajuan teknologi informasi, apa itu?

Pak Habibie menjelaskan, bahwa saat ini kita hidup di tengah era informasi. Yaitu era di mana informasi sudah begitu mudah dibuat, disebar, dan didapatkan. Lalu-lintas peredaran informasi sudah begitu cepat dengan jumlah yang begitu besar. Hal ini jelas memberikan banyak manfaat bagi kehidupan manusia.

Namun demikian, di tengah derasnya "sungai" informasi ini ada hal lain juga yang mengancam kita semua yaitu ketika ada orang atau pihak yang dengan sengaja menuangkan racun ke dalam kolam dan sungai informasi ini. Maka informasi, berita, dan data yang kita terima tadi sudah tercemar racun sebagai data palsu, berita bohong, atau yang kita kenal dengan hoax. Sayangnya dampak racun ini seringkali tak disadari dan dirasakan oleh si pemamah berita tersebut. Baginya informasi bohong tersebut tetap terlihat sebagai informasi yang benar.

Saya rasa situasi ini dirasakan oleh kita semua sejak Pilkada DKI dan Pilpres 2019. Hoax diproduksi dan disebar dengan sengaja, berita dan cerita sudah banal untuk kita cerna, informasi dan data palsu muncul bertebaran dan tersebar begitu mudahnya didapat oleh kita semua. Dari kesemuanya itu sudah sulit rasanya kita bisa membedakan mana yang benar, mana yang salah, mana yang hoax, mana yang bogus, atau mana yang fakta. Ketika kita mulai menerima dan mempercayai berita bohong, maka sejak itulah otak kita terkontaminasi oleh racun kebohongan tadi dan sejak itu pula kita menjadi manusia yang sesat.

Samar-samar, saya jadi ingat salah satu ustadz saya waktu masa kanak-kanak pernah berpesan pada kami, bahwa Allah seringkali memberikan kita petunjuk atau tanda-tanda atas sebuah kebenaran, namun seringkali kabut hitam racun kebohongan sudah menutupi kita hingga tak sadar jika kita sudah hidup di dalam kesesatan.

Di saat hidup kita sudah penuh dengan kebohongan dan kesesatan maka kita sudah masuk ke dalam kelompok orang-orang yang sesat. Yaitu orang-orang yang dengan sadar menutup telinganya atas sebuah berita benar yang ia dengar. Lalu menutup matanya atas sebuah peristiwa dan fakta yang ia lihat. Kemudian ia menutup hatinya atas sebuah bisikan hati dan hidayah yang ia rasakan di dalam nuraninya. Mengerikan bukan? Naudzubillah...

Mari sama-sama kita berdoa agar kita dijauhkan dari kesesatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun