Mohon tunggu...
Motulz Anto
Motulz Anto Mohon Tunggu... Freelancer - Creative advisor

Pemerhati Kebijakan | Wacana Sosial | Pengamat dan Penikmat Kreativitas, Pelaku Kreatif | Ekonomi Kreatif | motulz.com | geospotter.org | motulz@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Mengapa Filipina Begitu Kepincut dengan Batu Bara Indonesia?

28 Juni 2016   11:23 Diperbarui: 28 Juni 2016   13:51 2539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pembajakan dan penyanderaan kapal laut Indonesia oleh kelompok radikal Abu Sayyaf terjadi lagi di perairan Filipina, setelah beberapa kali terjadi dengan modus yang sama yaitu meminta tebusan uang namun ada hal lain yang menarik dari kejadian ini yang berhubungan dengan batubara Indonesia, apakah itu?

Dari beberapa kali pembajakan yang terjadi di perairan Filipina kapal yang dibajak itu hampir banyak adalah kapal pengangkut batu bara yang akan dikirim ke Filipina untuk bahan bakar PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap). Kini muncul sikap dari pemerintah Indonesia akan mengancam menghentikan pengiriman batu bara tersebut ke Filipina dengan alasan keamanan kapal dan ABK-nya yang selalu terancam selama memasuki perairan Filipina. Selain pembajakan kapal mereka pun melakukan penyanderaan ABK dan meminta tebusan uang milyaran ke perusahaan pengapalan. Jelas ini akan berdampak pada sikap pemerintah untuk turun tangan dalam pembebasan penyanderaan ABK, lantas pemerintah Filipina pun dirasa tidak serius dalam menyikapi masalah penyanderaan ini. Akhirnya pihak Indonesia akan melakukan sikap penghentian pengiriman batu bara ke Filipina. Hal ini ternyata cukup membuat cemas pihak Filipina. Lantas ada apa dengan batu bara Indonesia? mengapa begitu bernilai?

Beberapa waktu lalu saya berkesempatan berkunjung ke salah satu perusahaan tambang besar di Kalimantan Selatan yaitu Adaro Group. Terletak di Tabalong dan Balangan provinsi Kalimantan Selatan. Di sana saya mendapatkan informasi bahwa pihak Adaro sedang serius mengembangkan bisnis usahanya dari moda awal yaitu pit to port menjadi pit to port to power. Apa itu? pit to port adalah moda usaha dari pertambangan (pit) ke pelabuhan (port) untuk dikirim ke pembeli. Sementara pit to port to power adalah moda usaha yang lebih terintegrasi dari hulu ke hilir, yaitu mulai dari pertambangan (pit) ke pelabuhan (port) hingga sampai ke pembangkit listrik (power).

Saat ini Adaro Group sudah memiliki pembangkit listrik sendiri di Tabalong Kalimantan Selatan. PLTU berkapasitas 2 x 30 mw buatan sendiri ini ternyata selain berhasil menghidupi mesin milik perusahaan juga sudah berhasil berbagi menerangi rumah-rumah di Tabalong. Keberhasilan ini disusul dengan rencana pembangunan pembnagkit listrik berbahan bakar batu bara yang kapasitasnya lebih besar yaitu 2 x 100 mw. Lantas apa hubungannya dengan kasus pembajakan dan penyanderaan tadi? 

Ternyata Batu bara Indonesia bersih dan ramah lingkungan tanpa perlu banyak melakukan proses. Misalnya produk batu bara milik Adaro dikenal dengan nama Envirocoal, batu bara ini sejak ditambang dari bawah tanah sudah "bersih" atau sedikit sekali memiliki kandungan zat kotor yang harus melakukan proses pembersihan. Kebersihan batu bara envirocoal ini menjadi salah satu alasan mengapa PLTU di Jepang hanya mau menggunakan batu bara envirocoal. Mengingat Jepang adalah negara padat hunian dan pembuangan pembakaran dari PLTU dengan batu bara jenis envirocoal ini relatif bersih dan ramah lingkungan. Ketika saya tanya kepada para pekerja pertambangan Adaro di Tabalong mengapa bisa demikian? Jawaban mereka sederhana: ini semacam hadiah dari alam Kalimantan.

Dengan jenis batu bara yang begitu bersih dari kandungan alamnya, jelas menjadi pilihan favorit importir Filipina agar pembuangan pembakaran PLTU tidak menghasilkan polusi berlebihan di negaranya. Terlebih lagi lokasi antara Filipina dengan Kalimatan relatif sangat dekat sehingga tidak perlu lama mengirimkan suplai batu bara dari Pulau Kalimatan ke kepulauan Filipina.

Alasan-alasan ini lah yang menjadi pertimbangan penting para importir Filipina ketika ada ancaman moratorium pemerintah Indonesia untuk menghentikan sementara pasokan batu bara ke Filipina. Wajar jika moratorium tersebut cukup membuat pihak Filipina cemas karena 96% pasokan batu bara mereka berasal dari Indonesia. Selain Indonesia memang ada negara lain yang menjadi pemasok batu bara selain Indonesia, antara lain Australia, Rusia, dan Afrika Selatan, namun demikian tentu biayanya lebih tinggi dibanding Indonesia, seperti yang diungkapkan oleh Luis Miguel Aboitiz, Kepala Operasi dari Aboitiz Power Corp Filipina, salah satu perusahaan pembangkit listrik yang mengimpor batu bara dari Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun