Saat ini ada banyak sekali seminar, diskusi, dan pembahasan di media tentang akan dimulainya kesepakatan ekonomi  multilateral Asean Economy Community atau Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015. Yang mana dalam kesepakatan ini Indonesia mau tidak mau harus siap berkompetisi dengan perusahaan-perusahaan asing dari negara tetangga. Dalam beberapa tulisan banyak juga pengamat yang pesimis menghadapi persaingan tersebut. Benarkah demikian?
Hari ini saya membaca sebuah berita yang cukup menarik berkaitan dengan pandangan pesimis di atas, yaitu tentang diserahterimakannya Pertambangan Minyak Blok Mahakam dari perusahaan pengelola sebelumnya ke Pertamina. Perpindahan pengelolaan ini dikarenakan habisnya masa kontrak dengan Total E&P dan juga Inpex Corporation per 2017 nanti. Dalam hal ini persiapan Pertamina dinyatakan siap untuk melakukan pengelolaan Blok Mahakam. Hal ini cukup menjadi salah satu pembukti cemoohan tentang ketidaksanggupan perusahaan pertambangan Indonesia dalam mengelola hasil tambang dalam negeri.
Berpuluh-puluh tahun pembangunan industri pertambangan di Indonesia memang banyak melibatkan perusahaan-perusahaan asing. Baik dari eksplorasi, ekspolitasi, pengelolaan, hingga distribusi. Seiring waktu keterlibatan perusahaan asing ini makin imbang dan bersaing dengan perushaaan lokal. Tidak sedikit juga perusahaan asing yang mengalami kesulitan modal, teknologi, atau SDM. Artinya semua poin-poin mandatori dalam industri pertambangan nampaknya memang wajib dipenuhi terlepas perusahaan itu milik nasional atau asing.
Kegagalan dalam pengelolaan bisnis pertambangan ini jelas merupakan pengelolaan dengan resiko tinggi, pemerintah sebagai pemilik tentu berkewajiban melakukan pengawasan yang mendalam dan detil. Tidak heran jika dalam prosesnya ini banyak sekali aturan main dan pengawasan yang tertulis dalam UU Minerba. Semisal dalam penunjukkan perusahaan asing sebagai pemenang tender pun harus melalui uji kelayakan dan lolos dalam berbagai persyaratan. Seperti salah satunya adalah isu pembangunan smelter yang menjadi kewajiban perusahaan pengelola tambang. Tujuannya tidak lain dan tidak bukan adalah benefit dan manfaat untuk Indonesia.
Kembali ke isu MEA 2015, tentu kesiapan seperti yang tertulis di atas mustinya sudah menjadi kewajiban yang harus dipersiapkan secara matang. Keterbukaan perdagangan semacam ini tentu akan selalu bisa dilihat sebagai sebuah peluang? atau sebuah ancaman? Bagi saya, pilihan tersebut hanya bisa diambil jika dalam persiapannya sudah matang dan dalam pelaksanaannya diatur dan dijaga dalam UU. Saya yakin kita bisa memanfaatkan perdagangan bebas ini sebagai peluang, bukan ancaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H