Di zaman persaingan ekonomi antar bangsa dan negara, kekhasan negara menjadi penting sebagai daya saing ekonomi. Salah satu yang paling mudah memiliki keunikan dan kekhasannya tersendiri adalah budaya. Lantas bagaimana hubungan antara budaya dan nilai ekonominya? Yang kemudian sering dikaitkan dengan ekonomi kreatif.
PRIDE
Pride – atau harga diri, sering dikaitkan dengan rasa kebanggaan. Dalam konteks bernegara, rasa kebanggaan ini jelas berwujud sebagai rasa kebanggaan bernegara. Bangsa yang kaya dengan budaya memiliki kebanggaan tersendiri. Nilai-nilai budaya dalam masyarakat jelas memiliki nilai tersendiri, nilai kebanggaan yang secara value akan sulit untuk dikonversi atau dikuantifikasi secara nilai ekonomi.
Kehidupan budaya masyarakat di Keraton misalnya, dijalankan sudah turun-temurun dengan sebuah rasa kebanggaan yang tinggi dan luhur. Sulit rasanya membayangkan tugas menjadi seorang abdi dalem sebuah keraton jika kita mengkonversi tugas dan tanggung jawabnya dengan nilai gaji atau upah yang mereka terima. Ini adalah masalah nilai bukan nominal. Rasa kebanggaan para adbi dalem sudah sepenuhnya hidup di dalam diri mereka. Rasa hormat dan sanjungan warga sekitar keraton pun diberikan bukan karena para abdi tadi kaya raya, punya mobil, jam tangan mewah, atau baju yang mahal. Rasa hormat tersebut diberikan oleh masyarakat sebagai sanjungan atas pride-nya para abdi dalem.
PRICE
Price – atau harga atau nilai nominal, terkait dengan nilai uang dalam ekosistem ekonomi. Harga muncul dari dihitung atau ditaksir oleh para penaksir harga. Bisa dihitung dari biaya bahan, biaya produksi, biaya upah, atau bahkan gabungan dari komposisi semuanya tadi. Harga adalah nilai dari sebuah barang atau jasa dalam transaksi ekonomi. Harga pun juga bisa muncul dari tingginya rasa suka atau keinginan dari sang pembeli barang atau jasa. Misalnya harga barang-barang seni, di mana nilai dari harga tersebut tidak bisa sekonyong-konyong dikonversi atau dikuantifikasi dari harga material atau harga produksi si karya seni.
Di jaman yang disebut orang sebagai jaman kapitalisme, semua barang, jasa, pekerjaan, atau bahkan nilai kepercayaan pun sudah bisa terkonversi dan terkuantifikasi dalam nilai harga. Harga mahal menjadi simbol sebuah nilai kepercayaan, nilai ketangguhan, bahkan nilai kenyamanan atau ketenangan hati konsumen. Sementara nilai murah sudah dicap sebagai simbol murahan, gampang rusak, kualitet nomor dua, atau bahkan barang sumbangan atau produk gagal. Maka harga sudah menjadi jarum indikator tingkat sosial di masyarakat?
Produk Budaya dan Industri Kreatif
Ada yang menarik saat produk budaya sebuah bangsa, kini bisa bernilai mahal dalam sebuah ekosistem ekonomi yang kemudian dikategorikan sebagai industri kreatif dan pariwisata. Indonesia sebagai sebuah negara yang memiliki lebih dari 1200 suku artinya punya kekayaan yang super besar dalam konteks ekonomi kreatif pada pariwisata. Sebagai bayangan, negara tetangga kita Malaysia dan Singapore, hanya memiliki suku atau ras melayu, india, dan cina. Selanjutnya suku dayak dari Serawak atau Borneo. Sementara di Indonesia, untuk satu kelompok etnik saja bisa memiliki banyak sekali suku, misalnya di Papua. Sungguh sebuah aset besar dalam industri budaya dan pariwisata.