Mohon tunggu...
Rizqi Rinaldy Mosmarth
Rizqi Rinaldy Mosmarth Mohon Tunggu... -

@mosmarth\r\nKomikus, pengajar seni, voluntir kegiatan anak-anak

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tidak Sulit-sulit Amat

14 April 2012   04:33 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:38 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Faisal Basri, part 1

“Tidak Sulit Sulit Amat!”

Beberapa waktu lalu saya mendapatkan kesempatan langka untuk mendengarkan Faisal Basri berbicara langsung dalam sebuah forum kecil mengenai pencalonannya sebagai Gubernur DKI Jakarta periode 2012-2017.

Beberapa topik yang diangkat bukan baru pertama kali saya dengar, malahan, kebanyakan sudah sering disinggung dalam berbagai media maupun forum-forum lain, namun pertemuan langsung selalu memberikan pengaruh lebih dalam setiap penilaian, bai secara pribadi, maupun visi misinya untuk Jakarta 5 tahun ke depan.

Menjadi Independen

Katakanlah tentang keputusannya untuk maju sebagai calon independen yang menjadi platform utama keseluruhan perjalanannya memasuki medan pertarungan Pemilukada DKI Jakarta. Jalur independen yang dipilihnya, tidak dapat dipisahkan dari alasan utama Faisal Basri sebagai Calon Gubernur.

Tentu bukan semata-mata karena (kebetulan) tidak ada kendaraan “politik” konvensional, yang membuat Faisal kemudian memilih jalur independen. Tapi kondisi bahwa yang “konvensional” tak lagi bisa diandalkan menjadi kereta pacu dalam memimpin sebuah pemerintahan. Partai Politik telah menjadi bahan bakar utama yang terlalu memberatkan perjalanan kelak. Kita semua akrab dengan istilah hutang politik, yang seringkali terbukti hanya mendorong di masa kampanye, dan selebihnya saat kursi kuasa sudah ditangan, hutang-hutang politik itu akan menjadi pengemudi utama. Segala visi misi janji manis akan terwujud (dan tidak terwujud) dalam kebutuhan pembayaran hutang politik itu.

Saat kita menerima kondisi bahwa ada “Bandar-bandar” yang sanggup memberikan hutang, sudah menjadi kewajiban logis di pikiran kita untuk menerima kondisi bahwa para kreditur itu pastilah punya kuasa dan sumberdaya yang luar biasa besar, dan sekadar berteriak lantang menolak kehadiran bandar itu, sama saja omong besar atau mengambil resiko sebagai orang yang maju karena iseng-iseng berhadiah.

Jadi, yang menjadi pekerjaan rumah selanjutnya adalah, mencari jalan lain untuk memenuhi “kebutuhan logistik” yang sama besarnya dengan kekuatan para bandar. Bagaimana? Dari sisi logistik jelas, saweran, sedikit dari sini, sedikit dari sana, atau kalau mau dikata banyak dari sini, dan banyak dari sana. Lebih menyenangkan tentunya.

Tidak mau berpanjang lebar karena daya pikir saya dalam kondisi mengantuk dini hari ini hanya menyisakan sedikit ruang analisa, yang menjadi harapan dari pandangan Faisal Basri soal independensi adalah peluang untuk membongkar lingkaran setan oligarki yang mengepung dunia politik Indonesia.Menjadi independen berarti tidak perlu berhutang pada rentenir, tidak perlu sungkem sana sungkem sini apalagi menjilat-jilat.

Faisal Basri jelas-jelas saat ini memiliki dukungan konkrit dalam bentuk 850ribu lembar ktp dan catatan donasi di 3 rekening pribadinya, dari rakyat kecil yang menyumbang limapuluh ribu sampai pengusaha anonim yang menyumbang 350juta rupiah. Dukungan logistik yang tidak kecil, dan dukungan politik yang juga punya potensi luar biasa untuk dikonversi menjadi suara nyata di hari pemilihan nanti.

Semua ini bukan pekerjaan yang mudah, tapi juga tidak sulit-sulit amat. Nah, ini adalah “notion” utama dari tulisan bagian pertama ini. Faisal Basri mampu mengubah nada-nada pesimis dan skeptis yang terlanjur menjangkiti kelas menengah ngehe Jakarta, menjadi sedikit harapan. Faisal Basri dalam sebuah pembicaraan singkat mampu memberikan fakta bahwa Jakarta yang karut marut ini, TIDAK SULIT-SULIT AMAT untuk diperbaiki, ada fakta masalah, ada fakta solusi yang bisa dipilih, dan ada fakta bahwa Faisal Basri mampu melakukan apa yang ia katakan. Namun, jika dan HANYA JIKA, masyarakat berani melepas sedikit pesimisme-nya untuk BERDAYA BARENG-BARENG.

Tabik,

ecky

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun