Kasus yang menyangkut beberapa profesor di Indonesia akhir-akhir ini memunculkan tanda tanya terhadap integritas dan sistem pendidikan di Indonesia. Mulai dari kasus rekayasa pencalonan guru besar di Universitas Lambung Mangkurat, hingga kasus plagiarisme oleh profesor di Universitas Nasional. Kasus-kasus ini mencoreng nama baik akademisi Indonesia dan menunjukkan lemahnya sistem kualifikasi gelar profesor di Indonesia. Hal itu dapat memiliki dampak yang buruk terhadap kualitas pendidikan di Indonesia karena profesor yang sudah sepatutnya memiliki pendidikan yang tinggi dan yang biasanya bertugas di bidang pendidikan, memberikan contoh yang buruk terhadap pelajar dan parahnya lagi memberikan pengetahuan yang tidak tepat.Â
Kasus-kasus yang terkait dengan beberapa profesor di Indonesia juga dapat berakibat buruk terhadap upaya Indonesia untuk mencapai gelar negara maju pada 2045. Inovasi sangat diperlukan untuk Indonesia memperoleh gelar tersebut dan profesor memiliki andil besar untuk mendorong hal tersebut. Oleh karena itu, Indonesia memerlukan lebih banyak lagi profesor-profesor yang berbakti kepada negara. Walaupun begitu, kasus-kasus tersebut akan menghilangkan motivasi bagi para kaum muda untuk menjadi profesor dan pada akhirnya mimpi Indonesia menjadi negara maju akan menjadi sia-sia.Â
Berdasarkan informasi dari media Majalah Tempo, 11 dosen dari Universitas Lambung Mangkurat diduga mengirimkan artikel ilmiah ke jurnal predator. Mereka disebut tidak bisa menunjukkan korespondensi dengan penerbit jurnal untuk membuktikan bahwa artikel ilmiah mereka sudah ditinjau. Para dosen, berdasarkan laporan Majalah Tempo, diduga mengeluarkan uang sebesar Rp70 juta -- Rp135 juta saat mengurus permohonan status guru besar yang disetorkan kepada agen penerbitan artikel ilmiah. Kasus ini terjadi di tengah ambisi ULM mencapai target 100 guru besar untuk menaikkan peringkat kampus dan mempercepat proses menjadi perguruan tinggi negeri badan hukum (PTN BH).
Selain itu, media Majalah Tempo melaporkan bahwa seorang guru besar muda Universitas Nasional mencatut nama asisten profesor keuangan di Universitas Malaysia Terengganu, Safwan Mohd Nor. Dekan Unas tersebut diduga melanggar praktik publikasi penelitian di jurnal predator. Kasus ini terjadi di tengah target dari pemerintah soal angka publikasi, sehingga menyebabkan sebagian kampus melakukan berbagai cara.
Bagaikan orang buta yang menuntun orang buta. Seorang profesor, yang seharusnya menjadi panutan bagi para siswanya, gagal memberikan contoh yang baik. Seperti kedua orang buta tersebut, profesor dan siswa sama-sama jatuh ke dalam lubang. Lubang yang merenggut mimpi-mimpi tinggi dan integritas yang penting sekali demi kemajuan bangsa. Tidak heran masalah korupsi di Indonesia tidak selesai-selesai, karena pendidikannya sendiri sudah mencontohkan tindakan curang dan tidak sportif.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H