Tanggapan saya mengenai artikel :
Merindukan Sosok Pemimpin Humoris
Pemimpin humoris diperlukan agar saat berpidato, masyarakat yang mendengar dapat mencerna dengan lebih baik dan tidak begitu serius saat melihatnya. Â
Teks tersebut mengenalkan kita kepada salah satu presiden humoris yang pernah ada di Indonesia bernama Gus Dur. Gus Dur, atau nama lengkapnya Abdurrahman Wahid, adalah seorang tokoh agama dan politikus Indonesia yang lahir pada tanggal 7 September 1940 dan meninggal pada tanggal 30 Desember 2009. Ia adalah putra dari pendiri Nahdlatul Ulama (NU), salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia.Â
Pada tahun 1999, Gus Dur terpilih sebagai Presiden Indonesia yang keempat setelah jatuhnya rezim otoriter Orde Baru. Ia menjadi presiden pertama di Indonesia yang berasal dari latar belakang Islam dan memiliki pandangan politik yang terbuka.Â
Namun, masa kepresidenannya hanya berlangsung selama dua tahun karena menghadapi tekanan politik dan konflik internal. Walaupun begitu, salah satu keunikan yang dimiliki oleh Gus Dur adalah bahwa ia memiliki sifat humoris yang sering disampaikan melalui beberapa percakapan yang kemudian diubah menjadi teks anekdot.
Bagi kita sebagai masyarakat dan anak-anak Gen-Z atau generasi orde baru, presiden yang kita kenal sekarang adalah Joko Widodo. Namun, ada presiden lain yang cukup terkenal bernama Gus Dur. Gus Dur adalah presiden Indonesia ke-4. Menurut teks diatas, Ia dikenal sebagai presiden yang humoris terutama karena dalam pidato di forum-forum resmi pun Gus Dur selalu menyisipkan anekdot atau  cerita pendek lucu.Â
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), teks anekdot adalah cerita singkat yang menarik karena lucu dan mengesankan, biasanya mengenai orang penting atau terkenal dan berdasarkan kejadian yang sebenarnya. Jadi, pada dasarnya, anekdot adalah cerita lucu yang dapat bersifat kritikan terhadap sesuatu atau hanya sekedar untuk candaan.
Kita dapat melihat dari contoh teks anekdot karya Gus Dur berjudul tiga setan berikut :Â
Pada sebuah kesempatan Gus Dur pernah bertutur. Kalau kita sadar ternyata di dunia ini ada 3 (tiga) jenis setan. Pertama, yang sejenis JIN, cara mengusirnya cukup dibacain ayat kursi, maka kaburlah mereka! Modul Teks Anekdot 45 Kedua, yang jenisnya tidak jelas, namun kalau dilempar kursi, pasti kabur juga. Ketiga, jenis ini enggak takut dilempar kursi. Justru mereka berebut kursi. Setan senayan namanya..! Wkwkwk....
Jadi, teks anekdot tersebut memiliki kritikan terhadap orang yang sering berebut "kursi" atau dapat dikatakan berebut untuk jabatan tinggi di dalam suatu posisi. Hal ini dikatakan Gus Dur dalam kritikan secara tidak langsungnya.
Fungsi anekdot ada berbagai macam dan dapat dibagi, yakni sebagai berikut
1. Fungsi primer
Sebagai sarana ekspresi yang berhubungan dengan ketidaksukaan,
ketidakpuasan, kejengkelan, kebencian, dan sebagainya.
2. Fungsi sekunder
Sebagai bahan hiburan
Dengan kata lain, fungsi teks anekdot utama adalah sebagai bahan candaan dan sarana untuk menkritik secara tidak langsung.
Lalu, bagaimana dengan hubungan teks anekdot diatas dengan lingkungan di sekitar saya. Pada dasarnya, hal tersebut seperti berebut kursi atau jabatan istilahnya, hampir tidak ada di lingkungan saya. Lingkungan saya sendiri adalah lingkungan yang aman dan damai, tidak ada perselisihan yang terjadi, jika saya lihat selama ini.Â
Namun, saya menemukan beberapa contoh yang saya ingat, yakni hubungan saya dengan kakak yang sering berebut untuk mendapatkan sesuatu. Ketika saya masih kecil, saya sering berebut mainan dan makanan enak dengan kakak. Mungkin ini dapat menjadi salah satu contoh hubungan teks anekdot tersebut dengan kehidupan sehari-hari saya.
Teks anekdot adalah bentuk narasi yang populer dan menarik bagi pembaca. Dalam anekdot, pengarang menggunakan cerita pendek untuk menyampaikan pesan atau humor kepada pembaca.Â
Dalam beberapa kasus, anekdot dapat mengandung pelajaran yang berharga atau memicu refleksi diri. Sehingga dapat disimpulkan, anekdot adalah alat yang efektif untuk menghibur dan menginspirasi audiens. Untuk saran, sebagai contoh kita ambil dari teks anekdot gusdur, mungkin teks tersebut dapat diperpanjang agar konteks dari humornya dapat terlihat lebih jelas.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H