Apa yang menjadi inti dari ajaran Konfusius (551-479 SM), salah satu tokoh besar dalam filsafat china, ialah menjadi Junzi. Junzi kerap diartikan sebagai manusia unggul. Untuk menjadi manusia unggul, Konfusius menawarkan, salah satunya, filsafat Zhengming (penegakan nama). Penegakan nama berarti bahwa kata atau nama harus sesuai dengan realitas yang dinamai.Â
Dengan kata lain, ada kesesuaian antara nama dan kenyataan yang sebenarnya. Zhengming juga berarti mengetahui peran seseorang dalam hubungannya dengan orang lain dalam suatu masyarakat, dan bertindak sesuai dengannya. Konkretnya demikian. Esensi penguasa adalah memiliki sifat-sifat ideal penguasa. Jika tindakan seorang penguasa sesuai dengan sifat-sifat idealnya penguasa, maka ia adalah penguasa yang sesungguhnya, baik dalam kenyataan maupun dalam nama.
Dalam kehidupan sehari-hari harus diakui bahwa hal "nama" kurang mendapat pembetulan atau penegakannya. (Saya mengapiti kata nama dengan tanda petik dua ("nama") untuk mengatakan bahwa yang dimaksud bukanlah nama pada umumnya, misalnya nama panggil atau nama keluarga, atau yang semacamnya. Nama yang dimaksud lebih kompleks). Banyak kekacauan terjadi dalam masyarakat karena orang kurang menghayati hidup sesuai dengan "nama" yang disandangnya.Â
Dugaan saya, alasan yang mesti ditempatkan pada urutan pertama ialah karena tidak semua orang menyadari petingnya Zhengming (penegakan nama). Tidak menyadari "pentingnya" jelas mengandaikan dua hal;Â
Pertama, karena orang tidak pernah memikirkan tema ini atau mungkin tidak berminat sama sekali untuk merenungkannya. Kedua, boleh jadi karena orang belum mengenalnya.
 Padahal, filsafat Zhengming (penegakan nama) ini sudah digagas berabad-abad lalu oleh Konfusius. Keyakinan saya, hal itu terjadi karena orang tidak banyak belajar tentang filsafat Zhengming. Karena itu, saya sarankan, orang harus belajar filsafat, atau setidak-tidaknya membaca tulisan-tulisan yang berciri filosofis (dalam hal ini, filsafat China).
 Alasan lain ialah boleh jadi karena orang "bodo amat" dengan hal penegakan nama. Barangkali "nama" hanya dianggap sebagai hal biasa yang tidak punya kepentingan apa-apa untuk direnungkan. Padahal, jika orang merenungkan "nama" yang disandangnya dengan sungguh-sungguh, mengintegrasikannya dengan serius dengan kediriannya dan menghayatinya dengan benar dalam praksis hidupnya, maka tidak akan terjadi kekacauan dalam hubungan antara "nama" dan penghayatannya, lebih lagi dari itu, tidak akan terjadi kekacauan dalam masyarakat.Â
Bayangkan kalau seorang anak benar-benar berlaku sebagaimana "nama" yang disandangnya itu; menghormati orangtua (Xiao), mendengarkan didikan orangtua, mencintai orangtua dengan cara-cara seorang anak, dst., betapa bersyukurnya orangtua yang memiliki anak macam itu. Demikian pun sebaliknya.Â
Pikirkan juga kalau seorang pemimpin menghayati "nama"-nya dengan memimpin semua yang dipimpinnya kepada kebaikan, kesejahteraan, kebahagiaan, kedamaian, dst., betapa besarnya rasa syukur yang dimiliki orang-orang yang dipimpinya memiliki pemimpin semacam itu. Demikian halnya dengan "nama-nama" yang lain.Â
Singkat kata, menyadari dan mengintegrasikan "nama" ke dalam praksis hidup memungkinkan setiap orang menjadi Junzi (manusia unggul). Atau paling tidak, satu langkah menuju perwujudan Junzi sudah dilalui.