"Siang kak.. sesuai aplikasi ya? saya langsung menuju kedai kopi A ya..", sebuah direct message masuk di salah satu aplikasi ride sharing milikku. Dari tampilan profil picture sang driver ojek online sepertinya tidak asing bagiku. Ya benar mas Adi tetanggaku, sang driver ojek online yang bertugas mengirim pesananku.
Aku mencoba menelusuri fenomena driver ojek online yang terjadi di sekitar kita, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan, Bandung dan lainnya melalui mas Adi. Imbas kemajuan teknologi membuat semua hal menjadi lebih mudah dan terjangkau tak terkecuali di sektor jasa pengiriman (kurir) baik itu barang maupun makanan. PT. Gojek Indonesia menjadi pelopor aplikasi ride sharing di Indonesia. Banyak pihak diuntungkan dengan adanya aplikasi tersebut, seperti industri kuliner rumahan, toko kelontong, pengrajin skala kecil, konsumen yang memakai aplikasi tersebut dan tentunya para driver ojek online sebagai mitra pengantar pesanan.
Saat ini ada beberapa aplikator ride sharing yang mencoba peruntungan di ceruk pasar tanah air yang begitu besar dan menggiurkan, seperti Grab, Shopee, Maxim, Borzo, Lalamove, InDrive dan ada beberapa lagi yang mencoba mengais kue diantara nama-nama besar pemain aplikasi. Hal ini membawa berkah bagi tersedianya lapangan pekerjaan bagian lapangan yaitu petugas pengirim pesanan. Menurut Igun Witjaksono selaku ketua presidium gabungan aksi roda dua (GARDA) Indonesia, ada kurang lebih 4 juta driver online saat ini seperti dilansir kumparan.com. Dan data pemakai atau konsumen aktif menurut cnbcindonesia.com saat ini ada sekitar 21,7 juta masyarakat yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Melihat trend positif tersebut, kemungkinan akan mengalami lonjakan lebih besar lagi di beberapa tahun kedepan.
Bagi mas Adi, adanya aplikasi tersebut membuat dapur rumahnya tetap ngebul. Baginya bekerja seperti itu membuatnya bisa mengatur waktu karena tidak terikat aturan yang mengikat masalah jam kerja, selain itu tidak dibutuhkan keterampilan (skill) tinggi yang selama ini menjadi persyaratan jika kita melamar pekerjaan di kantor atau di pabrik. Para driver online hanya menyediakan alat transportasi pribadi untuk menunjang aktifitas mereka. Berbekal ijazah SMA mas Adi yang kerap bolak balik pindah kerja di pabrik memutuskan untuk menekuni profesi sebagai driver online.
Menurut mas Adi, pendapatan harian yang cukup menjadi faktor pendukung dalam memilih profesi ini. Perhari mas Adi mampu membawa pulang uang bersih Rp. 75.000-100.000,-. Asalkan kita rajin, tidak bermasalah dengan konsumen maka orderan akan selalu ada. Selain itu beberapa faktor di atas, kebersamaan yang kuat dengan driver-driver lain menjadikan mas Adi betah untuk berlama-lama bekerja di sektor ini.
Selain itu ada beberapa alasan para driver menggeluti pekerjaan ini, ada yang menjadi korban PHK di tempat kerja sebelumnya, keterbatasan skill hingga kesempatan yang hampir nihil untuk kerja di tempat lain.
Apapun itu, profesi ini menjadi bagian tak terpisahkan dari kemajuan teknologi saat ini. Beberapa pihak mengakui diuntungkan dengan adanya aplikasi ride sharing. Perputaran roda ekonomi yang memihak tidak saja pemain-pemain besar (industri) tapi juga pemain skala menengah maupun kecil (UMKM) yang mencoba merangkak naik. Masyarakat yang dinamis, tuntutan kerja yang tinggi dan keterbatasan waktu membuat mereka menyadari pentingnya akses instan dalam hal pengiriman pesanan.Â
Namun ada hal yang harus ditingkatkan lagi bagi para aplikator penyedia layanan dalam hal sumber daya manusia (driver). Pelatihan yang menitikberatkan pada komunikasi dan tingkah laku menjadi hal terpenting dalam menghadapi persaingan yang ketat diantara aplikator. Persaingan di tarif bukan lagi menjadi hal yang sensitif bagi pemesan namun pelayanan yang ramah, santun dan tepat waktu dari driver selaku etalase terdepan aplikasi adalah nilai lebih yang wajib ditonjolkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H