Otak kami dilantuni mozaik-mozaik keresahan.
Manifestasi Bach yang kemudian mengorbit air liur, mengais lingkaran susu Ibu di setapak jalan kepala kita, menawarkan sebait roh clavichord, dan menjalar menjadi sebak akar darah di kamar mandi kita.
Otak kami meminjam figura-figura Beatles.
Mendengar yang tidak bisa didengar, mencuri sepatu kulit yang berkaca-kaca, memanggil menara terkenal di Champ de Mars yang berlarian, membersihkan gigi-gigi di telapak tangan kita yang tidak buta, dan menyampaikan origami yang dibakar oleh puluhan kilogram beratnya daging.
Otak kami menyimpan suara-suara Smaradhana.
Komposer yang tidak pernah mati hingga tubuh kami soak dipenuhi sejarah pom bensin yang meledak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H