Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada saat ini berada pada peringkat kedua dunia dengan angka pertumbuhan 6,4%. China menduduki peringkat pertama sebesar 8,7%. Hal ini membuat Indonesia menerima berbagai pujian dari berbagai pihak di dunia dan Presiden SBY pun menerima penghargaan di New York AS atas prestasinya menggerakkan pertumbuhan ekonomi yang semakin membaik dalam delapan tahun terakhir. Pada saat menerima penghargaan tersebut SBY mempromosikan keberadaan Indonesia, "Investasi anda tidak akan sia-sia karena perekonomian Indonesia akan tetap bertahan di tengah gejolak global. Apalagi Indonesia menawarkan peluang emas yang harus ditangkap." Di Indonesia, rasio utang PDB turun tajam dari 8,3% pada tahun 2001 menjadi sebesar 25% pada tahun 2011. Kelas konsumen di Indonesia juga diharapkan naik menjadi 135 juta pada tahun 2030 dari 45 juta pada tahun 2012.
Bappenas memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2014 sebesar 6,5%. Untuk pengangguran terbuka diharapkan mengalami penurunan sebesar 6%, kemisikinan menjadi 10% dan inflasi kurang dari 6,0%. Untuk lapangan pekerjaan sendiri, di tiap pertumbuhan ekonomi sebesar 1% maka tenaga kerja yang terserap sejumlah 350.000 orang. Angka yang cukup besar mengingat jumlah penduduk Indonesia saat ini kurang lebih 240 juta orang dan tingkat pengangguran di tahun ini mencapai 5,8-6,1%.
Namun angka pertumbuhan ekonomi tersebut bukanlah menjadi satu jawaban kalau Indonesia sudah menjadi lebih baik. Hal ini harus didukung oleh pemerataan tingkat kesejahteraan, tidak terjadi ketimpangan pada pendapatan, dan ketersediaan infrastruktur yang memadai.
Angka makro ekonomi pada saat ini memang sangat bagus namun yang paling penting adalah pertumbuhannya harus berkualitas, sehingga nantinya rakyat akan sejahtera dikarenakan kemiskinan dan pengangguran berkurang. Pertumbuhan ekonomi masyarakat yang berkualitas tersebut tercermin dari sektor riil. Penanaman modal di dalam negeri didominasi atau sekitar 75% berasal dari pemodal asing (PMA). Hal tersebut tentu mengkhawatirkan bagi perekonomian nasional mengingat kerentanan pemodal asing jika terjadi krisis di negara asal. Data BKPM hingga smester I tahun ini, 54,9% PMA d Jawa, Sumatera (24,2%), Kalimantan (14,5%), dan sisanya pulau2 lain, mayoritas ada d Jawa. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, kesenjangan pendapatan di Indonesia cenderung meningkat yang tercermin pada kenaikan rasio gini. Rasio gini yg membesar menunjukkan tingkat ketimpangan pendapatan. Sayangnya, penurunan angka kemiskinan dari tahun ke tahun tidak terlalu signifikan. Pada tahun 2011, rasio gini Indonesia tercatat sebesar 0,41, naik dibandingkan pada tahun 2002 yang hanya sebesar 0,28.
Pada Maret 2012 penduduk miskin Indonesia berjumlah 29,13 juta orang atau sebanyak 11,96% dari jumlah seluruh penduduk Indonesia. Besarnya ketimpangan pendapatan yang terjadi sedikit banyak disebabkan ketersediaan infrastruktur yang tidak merata untuk seluruh wilayah d Tanah Air. Padahal, dinamisasi perekonomian membutuhkan infrastruktur dasar yang berkualitas. Adanya pemrioritasan pembangunan infrastruktur yang juga memperhatikan pemerataan antar wilayah di seluruh Indonesia. Hal ini demi mempersempit kesenjangan perekonomian antar daerah. Selama ini, kebijakan konsentrasi pembangunan yang hanya terfokus di wilayah Barat Indonesia, khususnya Pulau Jawa, sehingga infrastruktur di luar Pulau Jawa menjadi cukup tertinggal.
Pada RAPBN 2013 misalnya, jumlah anggaran pada subsidi energi lebih besar (Rp. 305,9 T atau sebesar 20% dari volume belanja negara di tahun 2013) dibanding jumlah anggaran pada infrastruktur (Rp. 203, 7 T). Hal ini yang membuat pertumbuhan perekonomian di Indonesia menjadi kurang berkualitas. Perlu kita catat juga bahwa perekonomian Indonesia tumbuh begitu baik dari waktu ke waktu dikarenakan negara-negara maju seperti Amerika, Eropa, dan Jepang sedang mengalami pertumbuhan ekonomi yang kurang sehat. Pasar eksport dari negara-negara tersebut mengalami penurunan sehingga neraca perdagangan menjadi defisit dari waktu ke waktu.
Bisa dikatakan kalau kita bangsa Indonesia sedang bejo (nasib baik) pada saat ini dan hal itu tetap harus kita syukuri. Namun bila kita tidak segera mengevaluasi diri dan berbenah demi menciptakan perekonomian yang berkualitas tersebut, bukan tidak mungkin angka kemiskinan dan pengangguran di Indonesia semakin meningkat, dan sudah pasti target MDG pada tahun 2015 tidak akan tercapai...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H