Ramadan dengan kegiatan yang sifatnya merayakan, namun orang -- orang di Desa Pagerejo, Lorok ini lebih memilih tahlil bersama untuk memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan. Karena berlangsungnya bulan Ramadan tanpa adanya hambatan yang tak berarti, yang mereka sebut dengan "Tutup Bakdo".
Kota kecil yang bersebelahan dengan Kota Pacitan ini memiliki tradisi unik. Alih -- alih mengisi puncak malamPada 9 April 2024 lalu, bertepatan dengan puncak malam Ramadan, masyarakat Desa Pagerejo yang berada di Kota Lorok ini menggelar kegiatan yang merupakan suatu tradisi yang sudah diturunkan dari masa ke masa disebut dengan "Tutup Bakdo". Tutup Bakdo sendiri adalah suatu kegiatan do'a bersama atau tahlil sebagai bentuk rasa syukur selama berlangsungnya bulan Ramadan telah diberikan berkah dan tidak terdapat suatu hambatan apapun.
 Terdapat suatu keunikan bahwa, rata -- rata orang melakukan tahlil di sebuah masjid, namun untuk kegiatan ini digelar di rumah sesepuh desa tersebut. Masyarakat desa pagerejo memaknai kegiatan ini dengan " Tuntasnya bulan Ramadan diselingi dengan ucapan syukur ke Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberi berkah ".
Tradisi ini melibatkan berbagai kalangan dengan motif digelarnya kegiatan ini adalah untuk saling mengingatkan bahwa di sisi merayakan suatu hal, juga harus di selingi dengan rasa syukur sebagaimana yang diucapkan oleh, " Ibu Soegiyah " selaku sesepuh dan pemilik rumah, mengatakan bahwa " Kita terlalu fokus untuk merayakan sampai - Â sampai lupa bahwa tuntasnya ramadan ini juga dari rido serta berkah dari Tuhan Yang Maha Esa sehingga kita bisa melaksanakan ibadah tanpa suatu hambatan apa pun ".Â
Dalam artian alih -- alih merayakan karena berakhirnya ramadan dan menyambut hari raya, namun juga harus mengucapkan rasa syukur ke Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi kelancaran dalam menjalankan ibadah sampai dengan tuntasnya bulan ramadan.
Tidak terdapat alasan khusus terkait dilaksanakannya tradisi tersebut di rumah sesepuh, hanya masjid yang seharusnya tempat yang digunakan untuk tahlil tidak memiliki ruang yang cukup untuk menampung orang desa, melainkan hanya di rumah sesepuh "Ibu Soegiyah" yang cukup untuk menampungnya.
Selama pelaksanaannya terdapat pekerjaan yang dibedakan dari segi jenis kelamin bahwasannya laki laki berperan sebagai pembaca ayat -- ayat suci Al -- Qur'an dan perempuan berperan menyiapkan dan mengantar makanan kepada laki-laki. Dan terdapat 3 prosesi, pertama setelah berkumpulnya semua warga desa, akan di lantunkannya ayat- ayat suci Al -- Qur'an yang berlangsung selama 30 menit, kemudian terdapatnya waktu istirahat selama 10 menit untuk makan dari yang telah disediakan, kemudian prosesi terakhir di lanjutkan dengan ayat -- ayat penutup selama 15 menit sebagai tanda kegiatannya sudah hampir selesai.
Setelah berakhirnya memanjatkan puji syukur ke Tuhan Yang Maha Esa, sewaktu meninggalkan ruangan orang-orang berbasis untuk melakukan jabat tangan dengan tanda kegiatannya sudah selesai, dengan barisan pertama menyalami barisan belakangnya sampai barisan kosong, dan berlaku untuk barisan selanjutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H