Mentri Kesehatan Nafsiah Mboi bagi bagi kondom lagi di acara Pekan Kondom Nasional 2013 ini. Dan seperti tahun sebelumnya cercaan datang lagi. Dan seperti biasanya lagi lagi kondom dikaitkan dengan memfasilitasi seks bebas. Bukan hanya anggota DPR yang berkomentar miring, banyak kompasioner juga menulis dengan nada sama. Pembagian kondom gratis hanya akan meningkatkan kegiatan seks bebas, terutama bagi kelompok yang masih takut takut untuk terjun ke arena seks bebas.
Pandangan ini sebetulnya salah karena beberapa alasan:
1. Kondom dijual bebas di pasaran dengan harga terjangkau. Pelaku seks bebas beresiko melakukan kegiatan mereka tidak tergantung dengan ada tidaknya kondom, melainkan ada tidaknya pasangan.
2. Pelaku seks bebas tahu bahwa apa yang mereka lakukan bertentangan dengan agama sama seperti pencuri, koruptor dan perampok. Kenapa mereka masih melakukan? Karena seks itu enak. Bila ada kesempatan (ada pasangan) ditambah tidak adanya kontrol diri dan masyarakat (keluarga) maka itu akan terjadi cepat atau lambat. Faktor terbesar yang berpengaruh adalah kontrol diri karena ini tidak tergantung pada kondisi dari luar termasuk adanya kondom gratis atau tidak.
3. Kesadaran tentang penyakit kelamin dan HIV di masyarakat Indonesia masih rendah. Ketika orang berhubungan seks (di luar nikah), hal terutama yang menjadi masalah adalah potensi kehamilan bukan penyakit kelamin atau AIDS. Memakai kondom mengurangi resiko kehamilan, tetapi juga mengurangi kenikmatan yang didapat dari seks yang menjadi dorongan utama orang melakukan kegiatan seks. Karena hal ini kondom justru sering menjadi pilihan terakhir.
4. Berkaitan dengan alasan ketiga di atas, pemakai jasa prostitusi di kalangan masyarakat dengan tingkat kesadaran rendah lebih suka tidak memakai jasa pelacur yang mengharuskan pemakaian kondom. Jadi kondom sebenarnya adalah alat yang dihindari pelaku seks, bukan yang justru dicari.
Sasaran Kondomisasi
Pembagian kondom gratis disasarkan kepada para pelaku seks beresiko, yaitu para pengunjung pelacuran dan pelaku seks sejenis yang punya kecenderungan untuk tidak memakai kondom. Daerah yang dituju adalah daerah pelabuhan, pangkalan supir truk, lokalisasi dan daerah yang sering dikunjungi LGBT. Faktor kebiasaan masa lalu yang biasa tidak memakai kondom serta kurangnya kesadaran akan resiko perbuatan.
Pekerjaan semacam supir truk dan awak kapal mempunyai cakupan wilayah geografi yang luas. Hal ini bisa berpotensi mempercepat penyebaran HIV secara geografis. Profesi seperti pelacur dan orang yang sering berganti ganti pasangan seksual punya potensi besar dalam menyebarkan HIV secara kuantitatif.
Target pembagian kondom kepada mereka untuk mensosialisasikan pemakain kondom sudah tepat. Sosialisasi kondom kepada mahasiswa sebenarnya juga perlu dilakukan karena secara usia dan sosial, mereka adalah golongan yang cukup beresiko. Mereka pada usia dimana gejolak seksual sedang naik ke titik puncak sedangkan kondisi sosial berubah. Support (pengawasan) yang biasa didapat dari orang tua banyak berkurang diganti dengan support dari teman teman. Bagi mahasiswa perantau, hal ini akan semakin terasa. Di sini, manusia akan mengikuti kecenderungannya. Ketika kontrol dari keluarga diambil, hal yang tertinggal adalah kontrol diri. Kalau orang tua, masyarakat, dan organisasi agama tidak dapat menanamkan kontrol diri ke mahasiswa pelaku seks beresiko, maka jaring terakhir yang bisa dipakai adalah mengurangi resiko tersebut dengan sosialisasi pemakaian kondom yang benar.
Bila mahasiswa (dan juga pelajar) tidak ditarget sekarang, maka kegagalan agama untuk menanamkan nilai agamis ke mereka ditambah dengan tidak adanya pendidikan untuk bertanggung jawab dalam kehidupan seksual mereka (dengan memakai kondom) maka ini akan menjadi bom waktu terhadap penyebaran tidak hanya HIV melainkan penyakit kelamin yang lain.